Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
MUKADIMAH
الحمد لله الذي أحسن إلى من وهب له أحسن مخلوقاته و هو العقل، و جعل التجارب تزيده حسنا كما يحسن المصقول بالصقل، و صلى الله على مثقفه بما صدر عنه من النقل، صلاة تعم معه جميع الأنبياء و تابعيهم عموم المتمالقين خير المقل و سلم. أما بعد؛
Sungguh aku melihat kebanyakan manusia goyah jiwanya ketika tertimpa musibah dengan kegoyahan yang melewati batas wajar. Seakan mereka tidak mengetahui tentang dunia kalau memang untuk itu ia diciptakan. Bukankah tiada yang menanti orang sehat melainkan datangnya sakit? Bukankah tiada yang menanti masa tua kecuali kepikunan? Bukankah tiada yang menanti kehidupan melainkan kematian?
Seperti inilah keadaan manusia dari masa ke masa. Selalu diiringi pertemuan dan perpisahan, kematian dan kelahiran, kebencian dan cinta.
Betapa indahnya apa yang diriwayatkan dari sebagian salaf, bahwasannya ada seorang menemuinya ketika dia sedang makan. Orang itu berkata, "Telah meninggal dunia saudaramu". Dia menjawab, "Sini duduklah, mari makan! Aku sudah mengetahuinya". Orang itu bertanya (keheranan), "Siapa yang memberi tahumu? padahal tidak ada yang mendahuluiku seorangpun" Dia menjawab, "Firman Allah Ta'ala,
كُلُّ نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ
"Setiap yang memiliki jiwa pasti akan merasakan kematian". Qs. Ali Imran: 185.
Sesungguhnya goyahnya jiwa (saat mendapat musibah) pada asalnya tidaklah diingkari. Karena sudah menjadi tabiat, seorang akan berkeluh-kesah ketika hilang kesabarannya. Namun yang diingkari adalah tindakan berlebihan dan membebani diri. Seperti: membakar baju, memakai pakaian kehinaan saat kerabatnya meninggal dunia, menampar-nampar wajah, dan menentang takdir. Karena sesungguhnya ini tidaklah bisa mengembalikan yang hilang atau pergi, bahkan itu menunjukkan lemahnya orang yang berkeluh-kesah.
Dan karena ditinggal mati oleh orang yang dicintai termasuk paling besarnya musibah. Lebih besar dari itu ialah sakit parah yang menimpa seorang. Dan lebih besar dari itu semua adalah datangnya kematian. Maka, di sini butuh pelipur lara yang akan mengokohkan kegoyahan jiwanya itu saat menghadapi keadaan-keadaan demikian.
Aku telah menyusun kitab ini yang menghimpun dorongan, baik secara akal maupun dalil supaya tegar (menghadapi keadaan-keadaan itu). Dan itu mencakup lima pembahasan.
Pembahasan pertama: penjelasan keutamaan akal dan dalil serta wajibnya menerima keduanya.
Pembahasan kedua: penjelasan bersepakatnya akal dan dalil tentang dunia adalah tempatnya ujian dan cobaan.
Pembahasan ketiga: penyebutan musibah yang menimpa keluarga dengan meninggalnya orang-orang yang dicintai.
Pembahasan keempat: penyebutan musibah yang menimpa diri seorang secara khusus.
Pembahasan kelima: penyebutan orang-orang yang tegar menghadapi kematian dan tidak berkeluh kesah.
#TERJEMAH KITAB
Ikuti terus terjemahan kitab di chanel Telegram RAUDHATUL ANWAR:
https://t.me/RaudhatulAnwar1