Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
RIDHA TERHADAP TAKDIR ADALAH TUJUAN UTAMA
Berkata Abu Darda radhiyallahu'anhu, "Sesungguhnya Allah Ta'ala apabila menakdirkan suatu ketetapan, Dia suka supaya orang ridha terhadapnya".
Berkata Abu Abdillah Al-Buratsy,¹ "Barangsiapa dianugerahi bersikap ridha maka dia telah mencapai derajat yang sangat tinggi".
Berkata Rabi'ah,² "Sesungguhnya Allah Ta'ala apabila menetapkan suatu ketetapan kepada para wali-Nya, mereka tidak akan murka terhadapnya".
Sebagian orang-orang shalih anaknya ada yang gugur dalam suatu pertempuran, maka dia menangis. Orang-orang bertanya kepadanya, "Apakah kamu menangis padahal dia mati syahid?" Dia menjawab, "Aku menangis hanyalah karena keridhaannya terhadap Allah ketika pedang-pedang menebasnya".
Jika ada yang bertanya, "Kalau sabar telah tergambarkan. Tapi ridha terhadap yang tidak disukai, bagaimana penggambarannya?"
Jawabannya adalah, "Tidak menyukainya jiwa terhadap kehilangan tidaklah meniadakan ridhanya hati terhadap takdir. Kita hanyalah ridha terhadap takdir, meskipun kita tidak menyukai terjadinya musibah tersebut".³
Catatan:
1. Abu Abdillah bin Abi Ja'far Al-Buratsy adalah orang yang terkenal dengan banyak menangis. Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan biografinya dalam Shifatus Shafwah 2/388
2. Rabi'ah adalah wanita ahli Ibadah yang terkenal. Ibnul Jauzi sendiri menulis kitab secara khusus yang memuat kisah-kisah tentangnya dan untaian-untaian kalimatnya. Ibnul Jauzi juga menyebutkan biografinya dalam Shifatus Shafwah 4/27-31
3. Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin ketika membahas ridha menerangkan, "Bukan syarat orang yang ridha berarti tidak merasakan sakit dan hal-hal yang tidak disukai. Adanya rasa sakit dan tidak sukanya jiwa terhadap hal itu tidak menafikan keridhaan. Seperti ridhanya orang yang sakit ketika minun obat yang pahit."
Jadi, orang yang ridha itu lebih tinggi derajatnya ketimbang orang yang sabar. Bukan berarti orang yang ridha menafikan kesabaran dalam dirinya. Tetapi dia dalam bersikap melampui orang yang sabar. Orang yang ridha dia penyabar, tapi orang yang sabar belum tentu dia ridha.
Ada yang menerangkan, bahwasannya sabar itu menahan diri dari murka dan keluh kesah, sedangkan ridha adalah berlapang dada menerimanya.
Adapun perbedaan sabar dan ridha dari sisi hukum adalah sabar itu wajib sedangkan ridha itu sunnah. Allahu A'lam.
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1