Sabtu, 21 Desember 2024
Kamis, 12 Desember 2024
Kamis, 10 Oktober 2024
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (25)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
BAB KELIMA
TENTANG ORANG-ORANG YANG KOKOH MENJELANG KEMATIAN
Mereka terbagi menjadi beberapa golongan. Di antara mereka ada yang memandang bahwa mengeluhkan sesuatu yang sudah pasti terjadi tiada berguna, karenanya ia memilih bersabar.
Di antara mereka ada yang ingin disebut dengan kesabarannya dan dipuji atasnya. Sungguh, aku telah melihat sekolompok penjahat ketika dihukum mati mereka tidak berkeluh kesah. Konon, ketika Babak Khorramdin (salah satu aktivis pemberontakan iranianisasi terhadap daulah Abbasyiyyah) ditangkap untuk dihukum mati, sudaranya berkata kepadanya, "Kamu telah berbuat sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun, maka sabarlah dengan kesabaran yang tiada semisalnya seorang pun". Ia menjawab, "Kamu akan melihat kesabaranku". Ketika tangannya dipotong, ia mengambil darahnya lalu diusapkan ke wajahnya. Ketika ditanyakan hal itu kepadanya, ia menjawab, "Aku khawatir akan menguning wajahku sehingga dikiranya itu bentuk keluh kesah".
Di antara mereka ada yang bersabar supaya tidak dicela oleh musuh-musuhnya. Berkata Muawiyah bin Abi Sufyan menjelang wafatnya, dalam keadaan ia menahan dengan sabar;
و تجلدي للشاتمين أريهم ... أني لريب الدهر لا أتضعضع
و إذا المنية أنشبت أظفارها ... ألفيت كل تميمة لا تنفع
"Dan sikapku menahan dengan sabar di hadapan para pencela (dari musuh-musuhku) untuk kuperlihatkan kepada mereka bahwasannya aku tidaklah melemah di hadapan musibah yang menimpa (kematian). Bilamana kematian telah menancapkan kuku-kukunya, maka segala macam tamimah dibuat sekalipun tiada akan berguna".
Di antara mereka ada yang melihat pahala kesabaran maka merekapun bersabar dalam rangka mengharapkan pahala tersebut.
Di antara mereka ada yang lebih memilih kematian. Namun, mereka juga terbagi menjadi beberapa golongan. Di antara mereka adalah orang-orang yang terpengaruh filsafat yang terlaknat. Yaitu, mereka berpandangan bahwa ruh yang keluar dari jasadnya itu nanti akan kembali lagi pada keturunannya (reinkarnasi), sehingga mereka pun memilih kematian itu.
Sebagian kelompok bathiniyyah berkeyakinan bahwa bilamana seorang terbunuh karena zhalim maka dia masuk surga. Maka mereka memilih dibunuh, dan tidak mencemaskan kematian.
Di antara mereka ada sekelompok orang yang mengkhawatirkan fitnah menimpa dirinya sehingga mereka lebih memilih kematian. Sebagaimana dikatakan Abu Hurairah, "Siapa yang melihat ada yang menjual kematian maka belikanlah untukku".
Berkata 'Abidah, "Aku lebih menyukai kematian karena khawatir bila aku berbuat jahat terhadap diriku yang menjadi sebab kebinasaanku".
Di antara mereka ada yang terjatuh dalam kesalahan maka mereka memilih ditegakkan hukuman terhadap dirinya atas perbuatannya itu. Seperti yang dikatakan Abu Thalhah, "Ambillah dariku untuk Utsman sesuai yang anda ridhai". Dan sebagaimana Ma'iz yang menyerahkan dirinya untuk dihukum rajam.
Sebagian salaf ketika menjelang wafatnya berkata kepada dirinya sendiri, "Wahai jiwa, keluarlah! Sungguh, keluarmu lebih aku sukai daripada kamu terus menetap dalam tubuhku".
Di antara mereka ada sekolompok orang yang menyukai kematian karena rindu berjumpa dengan Allah, dan mereka mengetahui bahwa kematianlah jalan menuju terpenuhinya kerinduan itu.
Berkata Abu Darda, "Aku menyukai kematian karena rindu dengan tuhan-Ku". Berkata pula Rabi'ah Al-Adawiyah, "Sungguh, begitu lama berhari-hari kerinduanku untuk berjumpa dengan Allah".
Namun, ada juga beberapa kelompok orang yang berkeluh kesah saat menjelang wafatnya karena beberapa sebab. Di antaranya: lebih didominasi rasa takutnya, adakalanya karena dosa-dosanya, kurangnya dalam beramal, atau sebatas ketakutan yang mereka jumpai. Tetapi, mereka hendaknya untuk berprasangka baik dan berharap hingga datang kematian kepadanya.
#TERJEMAH Kitab
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (24)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
TENTANG SU-UL KHATIMAH
Sungguh betapa banyak manusia ditelantarkan oleh Allah menjelang wafatnya.
Di antara mereka ada yang datang penelantarannya di awal-awal sakitnya, sehingga dia tidak memperbaiki kejelekan yang dia lakukan di masa lalu, atau terkadang dia berwasiat dengan wasiat yang zhalim (untuk keluarganya).
Di antara mereka ada yang ditelantarkan di saat sakitnya semakin parah, maka di antara mereka ada yang kafir, ada yang menentang dan murka (terhadap takdir).
Kita berlindung kepada Allah dari penelantaran.
Inilah yang namanya su-ul khatimah. Yaitu saat menjelang kematian hatinya dikuasai oleh keraguan dan penentangan atau selain itu dari murka terhadap takdir, maka dicabutlah ruhnya dalam keadaaan seperti itu.
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Hasyim Al-Marwadi dari Ibnu Baani Waarid atau selainnya berkata;
Dikatakan kepada seseorang saat menjelang wafatnya, "Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah!" Ia menjawab, "Dia telah kafir terhadap kalimat itu".
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abu Ja'far, Ia berkata;
Aku masuk menemui seseorang saat menjelang matinya di daerah Al-Dhayya (Yaman). Aku berkata kepadanya, "Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah!" Dia menjawab, "Jauh, jauh sekali! Telah dihalangi antara aku dengannya"
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Mujahid, Ia berkata;
Tidaklah seseorang meninggal dunia, melainkan akan ditampakkan di hadapan teman-teman duduknya. (Suatu ketika) ada seorang (yang biasa bermain catur) menghadapi kematiannya, maka dikatakan kepadanya, "Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah!" Dia malah mengatakan, "Skak!" Lalu ia mati.
Ibnu Abid Dunya juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Fudhail bin Abdul Wahhab berkata, telah bercerita kepadaku seorang Syaikh dari penduduk Bashrah, ia berkata;
Aku masuk menemui seseorang dalam keadaan menghembuskan nafas-nafas terakhirnya, (dikatakan kepadanya, "Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah!") dia malah mengatakan, "Wahai wanita pemilik ucapan ketika ia sedang letih, ke manakah jalan menuju pemandian air panas?"
Abul Hasan bin Ahmad Al-Faqih menceritakan kepadaku;
Bahwa ada seorang laki-laki yang ada di sisi kami sedang menghadapi sakarat. Lalu, ada yang berkata kepadanya, "Mohonlah ampunan kepada Allah!" Ia menjawab, "Aku tidak mau". Ada lagi yang mengatakan kepadanya, "Ucapkanlah Laa Ilaaha Illallaah!" Ia menjawab, "Aku tidak akan mengatakannya". Tampak ia sangat susah mengucapkannya. Setelah itu ia mati (sebelum bisa mengucapkannya).
Aku juga mendengar seseorang yang sering berpuasa dan rajin beribadah, ia tertimpa penyakit yang parah hingga iapun terkena fitnah. Aku mendengar dia mengatakan, "Allah telah memberiku banyak cobaan. Jika Allah memberiku surga Firdaus sebagai balasan, itu belumlah cukup untuk mengimbangi cobaanku ini". Lalu ia berkata, "Apa makna seluruh musibah ini jika aku akhirnya mati juga? lalu apa maksud siksaan ini?"
Aku juga mendengar seseorang yang mengatakan saat penyakitnya semakin parah, "Rabbku telah zhalim kepadaku".
Keadaan ini (sakaratul maut) bilamana seorang tidak di anugerahi taufiq untuk kokoh niscaya ia akan binasa. Hal inilah termasuk yang membuat Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah merasakan kegalauan. Ia sering mengatakan, "Aku khawatir bila sakarat itu semakin berat sementara saat aku memohon untuk diringankan ternyata tidak dikabulkan, lalu aku pun terkena fitnah".
Ibnu Abid Dunya meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Abu Ja'far Ar-Razi, Ia berkata, "Dahulu Sufyan Ats-Tsaury mendatangi Ibrahim bin Ad-ham seraya berkata, "Wahai Ibrahim! Berdoalah kepada Allah supaya Dia mewafatkan kita di atas tauhid".
Abdurrahman bin Mahdi berkata;
Ketika Sufyan Ats-Tsaury mendekati sakaratnya berkata, "Sungguh. Saya khawatir bilamana iman dicabut dariku sebelum aku mati".
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (23)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
YANG SEMESTINYA DILAKUKAN OLEH YANG SEDANG SAKIT
Sebagaimana bagi orang yang sedang sakit supaya menghadirkan dalam hatinya apa yang telah kami sebutkan, dan menangkal segala petaka yang menghampirinya, dia juga seyogiyanya memperhatikan keimanannya; apakah berubah ?
Hendaknya dia selalu menjaga hatinya supaya tidak dimasuki keraguan, kesyirikan, penentangan (terhadap takdir), atau murka (terhadapnya), agar ruhnya keluar tidak dalam keadaan seperti itu.
Bahkan, seharusnya dia bersungguh-sungguh menjaga keimanannya, merealisasikan taubat, memperhatikan keridhaannya terhadap takdir, cinta untuk berjumpa dengan Allah, berprasangka baik, dan memuji Allah, supaya semuanya ini menjadi semacam penguat untuk meminum sesuatu yang pahit (menghadapi kematian).
Dan semua jihad ini merupakan waktu yang Allah ta'ala mengokohkan orang-orang beriman dengan ucapan yang kokoh ( لا إله إلا الله ).
Dari Abu Dzar bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda;
إن الله يقبل [توبة] عبده أو يغفر لعبده ما لم يقع الححاب. قيل: و ما وقوع الحجاب؟ قال: تخرج الروح و هي مشركة
"Sesungguhnya Allah menerima taubatnya hamba, atau akan mengampuni bagi hamba selama belum turunnya penghalang". Ditanyakan kepada beliau, "Apa itu turunnya penghalang?" Beliau menjawab, "Ruh keluar (dari jasadnya) dalam keadaan menyekutukan Allah".¹
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma berkata, Rasulullah ﷺ bersabda;
إن نفس المؤمن تخرج روحه من بين جنبيه و هو يحمد الله عز و جل
"Sesungguhnya jiwa seorang mukmin ketika ruhnya keluar dari jasadnya dalam keadaan memuji Allah Azza Wa Jalla"²
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah ﷺ bersabda;
إن المؤمن بكل خير فى كل حال، إن نفسه تخرج روحه من بين جنبيه و هو يحمد الله عز و جل
"Sesungguhnya seorang mukmin selalu berada dalam kebaikan di setiap keadaan, sungguh jiwanya ketika ruhnya keluar dari jasadnya dalam keadaan memuji Allah Azza Wa Jalla"³
Dari Abu Hurairah berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
إن الله عز و جل يقول: إن عبدي المؤمن عندي بمنزلة كل خير يحمدني و أنا أنزع نفسه من بين جنبيه
"Sungguh Allah Azza Wa Jalla berfirman: sesungguhnya hamba-Ku yang beriman di sisiku kedudukan segala kebaikan, ia memuji-Ku saat Aku mencabut ruhnya dari jasadnya".⁴
Catatan:
1. Al-Musnad (5/164)
2. Al-Musnad (7/137)
3. Al-Musnad (1/273)
4. Al-Musnad (2/341)
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (22)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
PERBANYAK MENGUCAPKAN LA ILAAHA ILLALLAAH SAAT MERASAKAN DATANGNYA KEMATIAN
Apabila seorang merasakan (akan datangnya) kematian hendaknya dia sering-sering mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Ia juga meminta (agar) ada orang yang mendiktekannya bila ia lalai darinya, supaya kalimat terakhir yang diucapkannya adalah Laa Ilaaha Illallaah.
Dari Abu Sa'id radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda;
لقِّنوا مَوْتاكم لا إلهَ إلَّا اللهُ
"Bimbinglah orang yang (hendak) mati dari kalian (untuk mengucapkan) Laa Ilaaha Illallaah".¹
Dari Utsman radhiyallahu'anhu, dari Nabi ﷺ bahwasannya beliau bersabda;
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجنَّةَ
"Barangsiapa yang mati dalam keadaan dia tahu bahwasannya tidak ada tuhan yang haq kecuali Allah maka dia akan masuk surga".²
Dari Muadz bin Jabal radhiyallahu'anhu berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
مَن كان آخَرُ كَلامِه لا إلهَ إلَّا اللهُ، وَجَبَتْ له الجنَّةُ
"Barangsiapa yang ucapan terakhirnya adalah Laa Ilaaha Illallaah maka wajib baginya surga".³
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu'anhu berkata;
Aku mendengar Thalhah (bin Ubaidillah) berkata kepada Umar (bin Khattab), "Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
إني لأعلمُ كلمةً لا يقولُها أحدٌ عند حضرةِ الموتِ إلا وَجَدَ رُوحَهُ لها رَوْحًا حين تخرجُ من جسدِهِ وكانت له نورًا يومَ القيامةِ
"Sungguh, saya benar-benar mengetahui ada satu kalimat yang tidaklah itu diucapkan oleh seorang menjelang kematiannya, melainkan ia mendapati ruhnya ketika keluar dari jasadnya dalam keadaan mendapatkan cahaya di hari kiamat".
Namun aku tidak bertanya kepada beliau tentang kalimat apa itu, beliau juga tidak memberitahukannya". Umar berkata, "Aku mengetahuinya". Thalhah berkata, "Segala puji bagi Allah, kalimat apa itu?" Umar berkata, "Yaitu kalimat yang beliau ucapkan kepada pamannya; Laa Ilaaha Illallaah" Thalhah berkata, "Kamu telah benar".⁴
Dari Abu Hurairah berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
حضر ملَكُ الموتِ رجلًا يموتُ فنظر في قلبِه فلم يجدْ فيه شيئًا ففكَّ لحيَه فوجد طرفَ لسانِه لاصقًا بحنكِه يقولُ لا إلهَ إلا اللهُ فغفر له بكلمةِ الإخلاصِ
"Malaikat maut menghampiri seseorang yang akan mati. Lalu ia memperhatikan hati orang itu, namun ia tidak mendapati apapun di dalamnya. Maka ia membuka sepasang bibirnya, dan mendapati ujung lidahnya menempel pada langit-langit mulutnya seraya mengucap La Ilaaha Illallaah. Maka dia diampuni karena kalimat Al-Ikhlas (Laa Ilaaha Illallaah) itu".⁵
Berkata Umar bin Khattab; "Hadirilah orang yang hendak mati dari kalian dan ingatkanlah mereka! Karena sungguh, mereka melihat apa yang tidak kalian lihat. Dan bimbinglah untuk mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah!".⁶
Catatan:
1. Al-Musnad (3/3)
2. Al-Musnad (1/65)
3. Al-Musnad (3/233)
4. Al-Musnad (1/28)
5. Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sampai kepada Ibnu Abid Dunya. Namun hadits dinyatakan lemah karena padanya terdapat riwayat orang-orang Baghdad dari Abdurrahman bin Abiz Zinad.
6. Dalam sanadnya terdapat perawi yang lemah; yaitu Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban. Allahu A'lam.
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (21)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
TEMPAT RUH SETELAH KELUAR DARI JASADNYA
Adapun tempat kembali ruh-ruh orang-orang beriman telah kami sebutkan keadaanya ketika sudah keluar dari jasadnya. Perlu diketahui bahwa ruh-ruh itu tempatnya di surga.
Dari Ka'ab bin Malik berkata; Nabi ﷺ bersabda;
نسمة المؤمن طير تعلق فى شجرة الجنة حتى يرجعها الله عز و جل إلى جسده
"Ruh orang beriman itu adalah burung yang bergantungan di pohon di surga sampai Allah mengembalikannya ke jasadnya"¹
Dari Ummu Hani radhiyallahu'anha bahwasannya ia pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, "Apakah kita nanti akan saling berkunjung bila sudah mati, dan kita bisa melihat satu sama lain?"
Nabi ﷺ menjawab;
تكون النسمة طيرا تتعلق بالشجر حتى إذا كان يوم القيامة دخلت كل نفس فى جسدها
"Ruh (orang mukmin) itu akan menjadi burung yang bergantungan di pohon-pohon (surga). Hingga ketika datang hari kiamat, maka setiap ruh akan masuk ke jasadnya (lagi)".²
Jika seorang mukmin yakin bila ruh itu masih ada wujudnya setelah kematian, dan bahwa ruh orang beriman itu berada dalam ketentraman dan nikmat (di surga) niscaya kematian akan dirasa ringan olehnya.
Dari Nafi' dari Ibnu Umar berkata; Rasulullah ﷺ bersabda;
إن أحدكم إذا مات عرض عليه مقعده بالغداة و العشي، إذا كان من أهل الجنة فمن أهل الجنة، و إن كان من أهل النار فمن أهل النار، فيقال: هذا مقعدك حتى يبعثك الله يوم القيامة
"Apabila salah seorang kalian meninggal dunia maka akan ditampakkan kepadanya tempat tinggalnya setiap pagi dan sore. Jika dia termasuk penduduk surga, maka akan (melihat kedudukannya) sebagai penduduk surga dan jika dia termasuk penduduk neraka, maka akan (melihat kedudukannya) sebagai penduduk neraka. Lalu dikatakan kepadanya, "Inilah tempat tinggalmu hingga nanti Allah membangkitkanmu di hari kiamat".³
Berkata Ahmad: telah menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, Dia berkata: Telah mengkhabarkan kepada kami Sufyan dari seseorang yang pernah mendengar dari Anas (bin Malik), Dia berkata; Nabi ﷺ bersabda;
إن أعمالكم تعرض على أقاربكم و عشائركم من الأموات، فإن كان خيرا استبشروا، و إن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا
"Sesungguhnya amalan-amalan kalian akan ditampakkan kepada kerabat dan keluarga kalian yang sudah mati. Jika amalan kalian baik mereka akan bergembira, namun jika selain itu, mereka akan berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau wafatkan mereka sampai Engkau memberi mereka petunjuk, sebagaimana Engkau telah memberi kami petunjuk".⁴
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata; Rasulullah ﷺ bersabda;
لا تفضحوا موتاكم بسيئات أعمالكم فإنها تعرض على أوليائكم من أهل القبور
"Janganlah kalian membuat sedih orang-orang yang telah mati (dari keluarga) kalian dengan perbuatan-perbutan jelek kalian! Karena sungguh, (perbuatan) kalian akan ditampakkan kepada keluarga kalian yang sudah di alam kubur".⁵
Dahulu Abu Darda pernah berdoa;
اللهم إني أعوذبك أن أعمل عملا أخزي به عند عبد الله بن رواحة
"Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari melakukan amalan yang membuat sedih karenanya Abdullah bin Rawahah".
Berkata Mujahid (bin Jabr);
"Sungguh seorang mukmin akan diberi kabar gembira dengan kesalehan anaknya sepeninggalnya supaya sejuk matanya dengan itu".
Catatan:
1. Al-Musnad ( 3/55)
2. Al-Musnad (6/424), namun sanad hadits ini dha'if karena padanya terdapat Ibnu Lahi'ah.
3. Al-Musnad (2/133)
4. Hadits Dha'if. Al-Musnad (3/165). Padanya terdapat seseorang yang tidak disebutkan namanya. Imam Ath-Thabrani juga meriwayatkannya dalam Al-Kabir dan Al-Ausath, namun padanya terdapat Maslamah bin Ali. Dia perawi yang dha'if.
5. Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sampai kepada Ibnu Abid Dunya. Namun, hadits ini lemah karena padanya terdapat Abdullah bin Syabib.
#TERJEMAH KITAB ( الثبات عند الممات )
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (20)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
MENGINGAT KEBAIKAN SAAT MENJELANG WAFAT UNTUK MENGUATKAN HATI
Dan tidak mengapa bagi seorang mengingat-ingat kebaikan yang pernah dilakukannya untuk menguatkan (hatinya) dengan itu.
Abu Ishaq berkata;
Ketika kematian hendak menghampiri Abu Sufyan bin Al-Harits radhiyallahu'anhu ia berkata kepada keluarganya, "Janganlah kamu menangisi diriku, karena sungguh aku tidak pernah lagi mengotori diriku dengan dosa semenjak aku masuk Islam".¹
Hushain bin Ibrahim berkata;
Dahulu mereka (para salaf) menganjurkan untuk membacakan kepada seseorang saat menjelang kematiannya kebaikan-kebaikan yang dikerjakannya supaya dengan itu ia (dapat) berprasangka baik terhadap Rabbnya".²
Athaa bin Saib berkata;
Kami masuk menemui Abu Abdirrahman untuk membesuknya. Lalu sebagian rombongan mulai menghibur dan memotivasi Abu Abdirrahman. Ia pun menjawab, "(Bagaimana) aku tidak berharap kepada Allah, sedang aku telah berpuasa Ramadan selama delapan puluh tahun".
Ibrahim bin Abi Bakr bin Iyasy berkata;
Aku menangis di sisi ayahku saat wafatnya menjelang beliau. Beliau bertanya kepadaku, "Apa yang membuatmu menangis? Apakah kamu memandang Allah akan menyia-nyiakan ayahmu padahal ia selama empat puluh tahun telah mengkhatamkan Al-Qur'an pada setiap malam satu kali ?"³
Di antara hal yang dapat menghibur orang yang hendak mati adalah ucapan sebagian pujangga,
قد مات كل نبي ... و مات [ كل ] نبيه
و مات كل لبيب ... و عالم و فقيه
لا يوحشك طريق ... كل الخلائق فيه
Telah mati setiap Nabi, setiap orang mulia pun mati. Setiap orang pintar, setiap orang berilmu, setiap orang fakih juga mati. Usahlah membuatmu merasa kesepian di jalan ini (kematian), karena setiap makhluk ada padanya.
Catatan:
1. Thabaqat Ibnu Sa'ad (4/53)
2. Husnuzh Zhan Li Ibni Abid Dunya: no. 30.
3. Shifatus Shafwah (3/166)
#TERJEMAH KITAB ( الثبات عند الممات )
https://t.me/RaudhatulAnwar1
Rabu, 09 Oktober 2024
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (19)
BEKAL MENGHADAPI GODAAN IBLIS MENJELANG KEMATIAN ( 4 )
Adapun ucapan Iblis, "Kamu tidak tahu ke mana tempat kembalimu (surga atau neraka)"
Maka jawabannya adalah: sesungguhnya saya berprasangka baik kepada Allah dan beriman kepada-Nya. Dan aku juga telah mengetahui tempat kembali ruh-ruh orang yang beriman.
Adapun pengaruh dari berprasangka yang baik (kepada Allah) maka telah diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata; Rasulullah ﷺ bersabda;
قال الله عز و جل: أنا عند ظني عبدي و أنا معه حين يذكرني، إن ذكرني فى نفسه ذكرته فى نفسي، و إن ذكرني فى ملأ ذكرته فى ملأ خير منه.
"Allah Azza Wa Jalla berfirman: Saya di sisi prasangka hamba terhadap-Ku, dan Saya bersamanya tatkala ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, niscaya Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di tempat tinggi, niscaya Aku akan mengingatnya di tempat tinggi yang lebih baik darinya".¹
Dari Jabir berkata; aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
لا يموتن أحدكم إلا و هو بالله يحسن الظن
"Janganlah sekali-kali salah seorang kalian meninggal dunia, melainkan dalam keadaan ia berprasangka baik kepada Allah"². Imam Muslim sendirian meriwayatkan hadits ini, sedangkan pada hadits yang sebelumnya, beliau sepakat dengah Imam Bukhari.
Hendaklah orang yang sedang sakit menjadikan berprasangka baik kepada Allah sebagai syiarnya dan selimutnya. Hendaklah ia menguatkan sisi harapannya. Karena rasa takut itu ibarat cemeti yang menggiringnya untuk bersungguh-sungguh (dalam beribadah), sementara tiada lagi terdapat sisa tempat pada unta untuk dilecut, namun yang tersisa hanyalah berprasangka baik kepada Allah.
Dari Tsabit bin Anas berkata; Bahwasannya Nabi ﷺ masuk menemui seorang pemuda yang berada di ambang kematiannya. Beliau bertanya, "Bagaimana keadaanmu?" Pemuda itu menjawab, "Aku berharap kepada Allah, namun aku khawatir akan dosa-dosaku". Maka Nabi ﷺ pun bersabda;
لا يجتمعان فى قلب عبد فى مثل هذا الموطن إلا أعطاه الله ما يرجو و أمنته مما يخاف.
"Tidaklah dua hal ini terkumpul dalam hati seorang mukmin di semisal keadaan seperti ini melainkan Allah akan memberikan kepadanya apa yang ia harapkan dan memberinya keamanan dari apa yang ia takutkan".³
Berkata Hibban Abun Nadhr;
Aku membesuk Abul Aswad Al-Jarasy bersama Watsilah bin Al-Asqa' di saat ia menderita sakit yang ia meninggal dunia padanya.
Watsilah mengucapkan salam kemudian duduk, lalu Abul Aswad meraih tangan kanan Watsilah lalu mengusapkannya ke kedua matanya dan wajahnya karena tangan itu pernah digunakan untuk berbai'at kepada Nabi ﷺ.
Watsilah berkata, "Ada satu yang hendak tanyakan kepadamu". "Apa itu?" Jawab Abul Aswad.
"Bagaimana persangkaanmu terhadap Rabbmu?" Tanya Watsilah. Abul Aswad menjawab, "Baik".
Watsilah berkata, "Kalau demikian bergembiralah! Karena sungguh aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
قال الله عز وجل : أنا عند ظني عبدي فليظن بي ما شاء
"Allah Azza Wa Jalla berfirman: Saya ada di sisi prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, maka silakan berprasangkalah terhadap-Ku sesuai yang dikehendakinya".⁴
Berkata Hibban Abun Nadhar;
Watsilah berkata kepadaku, "Antarkan aku kepada Yazid bin Al-Aswad, sungguh telah sampai kepadaku berita (sakit) yang ia derita".
Aku pun mengantarkannya. Ia masuk menemui Yazid, ternyata keadaannya begitu parah; telah hilang kesadarannya. Mereka memanggil Yazid bin Al-Aswad dan berkata, "Ini dia Watsilah, Dia telah datang".
Yazid bin Al-Aswad pun menjulurkan tangannya meraih tangan Watsilah, lalu mengusapkannya di dadanya, wajahnya, dan mulutnya. Watsilah berkata, "Maukah kamu memberitahuku sesuatu yang aku tanyakan kepadamu? Bagaimana persangkaanmu terhadap Rabbmu?" Berkata Yazid, "Dosa-dosaku menenggelamkanku yang semakin menambahku kebinasaan (mati), namun aku mengharapkan rahmat Rabbku". Maka bertakbirlah Watsilah dan bertakbir pula seisi rumah. Watsilah berkata, "Allahu Akbar. Aku telah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda;
قال الله عز و جل : أنا عند ظني عبدي، فليظن بي ما شاء
"Allah Azza Wa Jalla Berfirman: Saya di sisi prasangka hamba-Ku, hendaklah ia berprasangka terhadap-Ku sesuai yang dikehendakinya".⁵
Mu'tamar bin Sulaiman berkata;
Ayahku berkata kepadaku di saat menjelang wafatnya, "Hai Mu'tamar, bacakan kepadaku hadits tentang rukhshah, semoga daku berjumpa dengan Allah dalam keadaan berprasangka baik terhadap-Nya".⁶
Catatan:
1. Al-Musnad (2/413) Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri sampai kepada Imam Ahmad dengan jalur:
أخبرنا هبة الله بن محمد، قال أخبرنا الحسن بن علي قال أخبرنا أحمد بن جعفر قال حدثنا عبد الله بن أحمد قال حدثنا أبي..
2. Al-Musnad (3/293)
3. HR. Ibnu Majah (2/1423) dan Tirmidzi (3/302). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya;
أخبرنا الكروخي قال أخبرنا الأزدي و الغورجي قالا أخبرنا الجراح قال حدثنا المحبوبي قال حدثنا الرمدي قال حدثنا هارون بن عبد الله قال حدثنا سيار قال حدثنا جعفر بن سليمان عن ثابت بن أنس...
4. Al-Musnad (3/491). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sampai kepada Imam Ahmad dengan jalur;
أخبرنا ابن الحصين قال أخبرنا ابن المذهب قال أخبرنا أحمد بن جعفر قال حدثنا عبد الله بن أحمد قال حدثني أبي
5. HR. Ibnu Abid Dunya dalam Husnuzh Zhan, no. 2. Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sampai kepada Ibnu Abid Dunya degan jalur;
أخبرنا إسماعيل بن أحمد السمرقندي قال أخبرنا محمد بن عبد الله الطبري قال أخبرني ابن بشران قال أخبرنا ابن صفوان قال حدثنا أبو بكر القرشي...
6. HR. Ibnu Abid Dunya dalam Husnuzh Zhan, no. 29
#TERJEMAH KITAB ( الثبات عند الممات )
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (18)
BEKAL MENGHADAPI GODAAN IBLIS MENJELANG KEMATIAN ( 3 )
Adapun ucapan Iblis, "Kamu akan berpisah dengan orang-orang yang kamu cintai", maka menjawabnya dari dua sisi;
Pertama: bahwa secara umum orang yang dia akan berpisah dengannya juga (sebenarnya) sebentar lagi akan berpisah dengannya, terkhusus bila ia sudah tua renta. Maka, tiadalah pantas untuk bersedih karena berpisah di dunia dengan yang dia sendiri juga tidak sedih (andaikan berpisah dengannya).
Kedua: berharap (dengan kematian itu kamu) berjumpa dengan yang lebih kamu cintai. Dalil untuk hal tersebut adalah bahwasannya tidaklah ada seorang mukmin yang mati kemudian dia ingin kembali lagi ke dunia. Hal itu tidak lain melainkan karena padanya terdapat ketentraman yang besar (saat dia berjuma dengan Allah).
Dari Abu 'Umairah bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda;
ما من الناس نفس المؤمن يقبضه ربها -عز و جل- تحب أن تعود إليكم، و إن لها الدنيا و ما فيها، إلا الشهيد
"Tiadalah ada jiwa beriman yang diwafatkan oleh Allah -Azza Wa Jalla- kemudian ingin kembali kepada kalian. Karena dia mendapatkan (seperti) dunia dan seisinya, kecuali orang yang mati syahid".¹
Adapun ucapan Iblis, "Badan ini akan hancur" maka jawabannya adalah: "Bahwasannya hancurnya kendaraan itu tidaklah memudharati pengendaranya".
(Maksudnya, hancurnya tubuh tidaklah mempengaruhi ruhnya yang baik).
Dan (hendaknya) ia melihat kepada apa yang dapat merugikan ruh dan yang dapat memberinya manfaat. Adapun tubuh yang ia miliki itu bukanlah apa-apa, karena memang nantinya akan hancur.
(Maksudnya, jangan merisaukan tubuh yang akan hancur, karena memang tubuh yang sudah mati akan hancur. Tapi perhatikanlah ruhnya yang akan keluar dari jasadnya. Apakah termasuk ruh yang baik atau ruh yang jelek).
Dari Khalid bin Ma'dan berkata:
Ketika Hisyam bin Al-Ash gugur pada peristiwa pertempuran Ajnadain. Ia jatuh ke dalam parit berapi sehingga tubuhnya menutupi lubang (parit itu). Sementara kaum muslimin tidak menemukan jalan (menyeberang) kecuali harus melewati tubuhnya. Tatkala mereka sampai di tepian parit, merekapun khawatir tubuhnya akan terinjak oleh kuda. Maka Amr bin Al-Ash berseru, "Wahai sekalian manusia! Sungguh Allah telah menganugerahkan mati syahid kepada Hisyam dan Dia telah mengangkat ruhnya. Sedang (yang di hadapan kalian) hanyalah tubuh (tanpa ruh) yang diinjak oleh kuda". Amr pun melewati (parit) dengan menginjak tubuh Hisyam, kemudian manusia mengikutinya sampai tubuhnya terputus.²
Dari Manshur bin Abdurrahman Al-Hajbiy dari ibunya berkata:
Ibnu Umar masuk ke masjid ketika (Ibnu) Az-Zubair terbunuh (dan jasadnya digantung oleh Al-Hajjaj). Ia datang kepada Asma (bintu Abi Bakr) seraya berkata kepadanya, "Sabarlah, sesungguhnya ini hanyalah jasad semata, bukan apa-apa, sedang ruh-ruh itu ada di sisi Allah".³
Begitu pula diriwayatkan kepada kami dari Ibnu Az-Zubair bahwasannya ia berkata kepada Asma (ibunya) sebelum terbunuh, "Wahai ibunda, sesungguhnya ketika aku terbunuh nanti maka saya hanyalah tinggal seonggok daging semata; tidak memudharatiku apapun yang mereka lakukan terhadapku".
Apabila sudah tetap hal ini, maka sesungguhnya Allah ta'ala akan menghancurkan jasad yang dicipta dari tanah ini, yang memang akan dihadapkan kepada kerusakan, kemudian Dia akan menggantinya dengan jasad yang tidak akan hancur di kehidupan yang abadi (akhirat). Kemudian Allah mengangurehkan kepada mereka ilmul yaqin yang dengannya memberi kesembuhan pada (kerancuan yang merusak) akal. Allah akan mengganti untuk mereka beratnya pembebanan syariat dengan sebaik-baik balasan, dan memberi mereka pahala berlimpah tiada habis (di akhirat) sebagai balasan atas perbuatan mereka yang terhenti (di dunia).
Catatan:
1. Musnad Imam Ahmad (4/216) Ibnu Jauzi menyebutkan sanadnya sampai kepada Imam Ahmad bin Hanbal dari jalur:
أخبرنا ابن الحصين قال أخبرنا ابن المذهب قال أخبرنا أحمد بن جعفر قال حدثنا عبد الله بن أحمد قال حدثني أبي....
2. Berkata Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya;
أخبرنا أبو بكر ابن عبد الباقي قال أنبأنا أبو إسحاق البرمكي قال أخبرنا ابن حيوية قال أخبرنا أحمد بن معروف قال أخبرنا الحسين بن الفهم قال حدثنا محمد بن سعد قال أخبرنا محمد بن عمر قال حدثني ثور بن يزيد عن خالد بن معدان....
3. Berkata Ibnu Jauzi menyebutkan sanadnya;
أخبرنا ابن الناصر قال أخبرنا عبد القادر بن يوسف قال أخبرنا إبراهيم بن عمر البرمكي قال حدثنا إسحاق بن سعيد بن الحسين بن سفيان النشوي قال حدثني جدي الحسين بن سفيان قال أخبرنا حرملة بن يحيى قال أخبرنا ابن وهب قال حدثنا سفيان عن منصور بن عبد الرحمن الحجبي....
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (17)
BEKAL MENGHADAPI GODAAN IBLIS MENJELANG KEMATIAN ( 2 )
Adapun ucapan Iblis, "Mengapa kamu menderita keteriksaan seperti ini, padahal semestinya Allah itu bisa mengasihimu ?" Maka jawabannya adalah dari dua sisi.
Yang pertama: bahwa yang demikian ini bentuk penentangan kepada Allah; Maha Raja. Perbuatan-perbuatan Allah tidaklah untuk dicari sebabnya, dan kewajiban akal adalah menerimanya. Sungguh, Allah telah menguji badan dengan amalan-amalan yang berat, dan menguji akal dengan hal-hal yang tidak dapat dipahami supaya akal itu bersikap menerima (taslim). Misal, diberinya rasa sakit kepada hewan, dirajamnya pelaku zina, dan semisal itu.
Hendaknya ia memerhatikan keagungan Allah dan mengetahui kesempurnaan hikmah-Nya maka yang demikian itu akan menjadikannya patuh dan menerima ketetapan dan perintah-Nya, yang konsekuensinya adalah bahwasannya segala yang Allah lakukan itu hak, karena ilmu-Nya terhadap kesempurnaan hikmah-Nya.
Maka penentangan terhadap (ketetapan) Allah termasuk paling jeleknya perilaku. Orang yang menentang (ketetapan Allah) hanyalah manakala ia membandingkan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya. Misalnya, seorang mendengar bahwasannya Allah itu Maha Penyayang, lalu ia menuntut kasih sayang yang ia dapati dari para makhluk, kemudian ia melihat ternyata para musuh-Nya menguasai para wali-Nya, dan luka-luka menimpa binatang buruan, sehingga ia pun menyangka (pada yang demikian itu) tidak ada kasih sayang sama sekali, ia pun mengingkari (adanya kasih sayang Allah).
Hendaklah kamu merima (taslim) terhadap sifat-sifat Allah sebagaimana kamu menerima terhadap Dzat-Nya. Maka Allah sangatlah pantas untuk kamu menerima (segala ketetapan-Nya), sedang kamu tidaklah pantas untuk menentang-Nya.
Sungguh, musibah-musibah itu juga menimpa para nabi dan kaum mukimin, yang hal itu tidaklah menggoyahkan keyakinan hati-hati mereka. Allah ta'ala memberi pertolongan pada pertempuran Badr, sedang pada pertempuran Uhud, para musuh-Nya yang memenangkan perang. Namun, keyakinan-keyakinan para shahabat tetap kokoh. Hal itu menunjukkan mereka tidaklah menentang terhadap ketetapan Allah.
Adapun kamu (karena) keyakinanmu itulah masih goncang, sehingga cobaan sedikit saja sudah membuatmu goyah.
Dan ini merupakan prinsip keyakinan. Barangsiapa mau merenunginya dan memahaminya maka dia akan selamat dari kerusakan dan kesenjangan.
Kedua: bahwa apa yang nampak ini sebuah ketersiksaan, barangkali di dalamnya tidak seperti itu.
Karena sesungguhnya Allah terkadang mengasihi orang yang beriman dengan membuat penglihatannya sibuk melihat tempat tinggalnya di surga. Sehingga hatinya sibuk merenungi penantian perjumpaan dengan Allah, yang membuat anggota tubuhnya tidak merasakan rasa sakit yang menimpanya. (Gambarannya) Seperti para wanita yang memotong jemari mereka saat melihat Nabi Yusuf (mereka tidak menyadari dan merasa sakit ketika mereka mulai mulai melukai tangan-tangan mereka karena hati mereka tersibukkan dengan memandang ketampanan nabi Yusuf).
Berkata Muhammad bin Ka'ab Al-Qarzhi, "Apabila jiwa seorang mukmin mengalami sakaratul maut, datang kepadanya malaikat seraya berkata, "Assalamu'alaika, wahai wali Allah, Allah mengucapkan salam kepadamu". Kemudian beliau membaca;
الَّذِيْنَ تَتَوَفّٰىهُمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ طَيِّبِيْنَ ۙيَقُوْلُوْنَ سَلٰمٌ عَلَيْكُمُ
"(yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), “Salamun ‘alaikum". Qs. An-Nahl: 32¹
Berkata Zaid bin Aslam, "Para malaikat mendatangi seorang mukmin di saat menjelang ajalnya. Mereka berkata kepadanya, "Kamu tidak perlu khawatir terhadap apa yang akan kamu datangi (kematian), Allah akan menghilangkan kekhawatiranmu. Tidak usah bersedih terhadap dunia dan penduduknya, namun berbahagialah dengan surga". Sehingga dia meninggal dunia dalam keadaan sudah diberi kabar gembira".²
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu dari Nabi bersabda;
إن الميت تحضره الملائكة فإذا كان الرجل الصالح قالوا اخرجي أيتها النفس الطيبة كانت في الجسد الطيب اخرجي حميدة وأبشري بروح وريحان ورب غير غضبان قال فلا يزال يقال ذلك حتى تخرج ثم يعرج بها إلى السماء فيستفتح لها فيقال من هذا فيقال فلان فيقولون مرحبا بالنفس الطيبة كانت في الجسد الطيب ادخلي حميدة وأبشري بروح وريحان ورب غير غضبان
"Sesungguhnya mayyit akan didatangi malaikat. Jika si mayyit orang yang shalih, mereka berkata kepadanya, "Keluarlah! wahai jiwa yang baik, berada dalam jasad yang baik. Keluarlah dengan terpuji dan bergembiralah dengan ketentraman dan rezki serta Rabb yang tidak murka".
Beliau melanjutkan, "Maka senantiasa yang demikian diucapkan kepadanya sampai ruhnya keluar, kemudian dibawa naik hingga ke langit. Lalu dimintakan untuknya supaya pintu langit dibuka.
Lalu ditanyakan, "Siapakah ini?". Kemudian dijawab, "Fulan". Maka para malaikat (penduduk langit) berkata, "Selamat datang! Wahai jiwa yang baik, berada dalam jasad yang baik. Masuklah dengan terpuji dan bergembiralah dengan ketentraman dan rezki serta Rabb yang tidak murka"³
Dari Al-Barraa bin 'Azib dari Nabi bersabda;
إِنَّ العبدَ المؤْمن إذا كان في انْقِطَاعٍ من الدُّنْيَا، وإِقْبالٍ من الْآخِرَةِ، نزل إليه من السَّمَاءِ ملائكةٌ بِيضُ الوجُوهِ، كأَنَّ وجوهَهُمُ الشمسُ ، معهُمْ كفنٌ من أكْفَانِ الجنَّةِ، وحَنُوطٌ من حَنُوطِ الجَنَّةِ ، حتى يَجْلِسُوا منه مَدَّ البَصَرِ ، ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ المَوْتِ حتى يَجلِسَ عندَ رأسِه فيَقولُ : أيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إلى مغْفِرةٍ من اللَّهِ ورِضْوَانٍ، فتخْرُجُ تَسِيلُ كما تسِيلُ القَطْرَةُ من فِي السِّقَاءِ ، فيَأْخذُها ، فإذا أخَذَها ، لم يَدَعُوها في يَدِه طَرْفَةَ عَيْنٍ، حتى يَأْخُذُوها فيَجْعَلُوهَا في ذلكَ الكَفَنِ وفي ذلكَ الحَنُوطِ ، فيَخْرُجُ منها كأَطيَبِ نَفْخَةِ مِسْكٍ، وُجِدَتْ على وجْهِ الأرضِ، فيَصْعَدُونَ بِها فلا يمُرُّونَ بها على مَلَكٍ من الملائِكَةِ، إلَّا قالُوا: ما هذا الرُّوحُ الطَّيِّبُ؟ فيقولُونَ : فُلَانُ بنُ فُلَانٍ بأَحْسَنِ أسمائِه التي كانُوا يُسَمُّونَه بها في الدُّنْيَا – حتى ينْتَهُوا بها إلى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَسْتَفْتِحون له فَيُفْتَحُ له ، فيُشَيِّعُهُ من كلِّ سماءٍ مُقَرَّبُوها إلى السماءِ التِي تلِيها ، حتى يُنتَهَي إلى السماءِ السابِعةِ ، فيقولُ اللهُ عزَّ وجلَّ : اكْتُبُوا كِتابَ عبدِي في علِّيِّينَ
"Sesungguhnya hamba yang beriman ketika berpisah dengan dunia dan menyongsong akhirat, turun dari langit kepadanya para malaikat yang putih wajah mereka seakan wajah-wajah mareka bagaikan matahari. Mereka membawa kain kafan dari surga dan wewangian dari surga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang.
Kemudian datanglah malakul maut sehingga duduk di sisi kepalanya seraya berkata, "Wahai jiwa yang baik, keluarlah menuju ampuman Allah dan ridha-Nya". Ruhnya pun keluar seperti keluarnya air dari mulut cerek.
Malakul maut kemudian mengambul ruhnya. Ketika malakul maut sudah mengambilnya, para malaikat (yang turun tadi) tidak membiarkannya ada di tangan malakul maut walau sekejap mata. Sehingga mereka mengambilnya lalu meletekkannya di kafan dan wewangian tersebut. Maka keluarlah darinya aroma wangi seperti wangi misik paling baik yang pernah ada di muka bumi.
Para malaikat itu pun naik membawa ruh tersebut. Setiap kali ketemu dengan malaikat yang lain, mereka akan bertanya, "Ruh siapakah yang baik ini?”.
Mereka menjawab, "Fulan bin fulan"; dengan nama paling baik yang manusia menamainya di dunia, hingga sampai di langit dunia.
Mereka meminta agar pintu langit dibukakan, kemudian pintu langit dibuka untuknya.
Maka di setiap langit, penduduk langit tersebut mengiringinya hingga sampai ke langit ketujuh. Allah berfirman, "Tulis catatan amal hamba-Ku di Illiyin...."⁴
Catatan:
1. Lihat Tafsir Al-Qurthubi. Surat An-Nahl: 32.
2. Liahat Jami'ul Ulum Wal Hikam, 441
3. Musnad Imam Ahmad (2/364). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dari gurunya Ibnul Hushain....
4. Musnad Imam Ahmad (4/287)
http://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (16)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
BEKAL MENGHADAPI PERANGKAP IBLIS DI SAAT-SAAT MENJELANG KEMATIAN SEORANG
Hendaknya seorang mukmim menjawab syaithan dari semua godaan yang dibisikkannya dengan sebuah jawaban.
Pertama-tama hendaknya dia menjawab, "Aku telah mengetahui apa yang telah kamu perbuat terhadap ayahku (Nabi Adam), aku juga sudah tahu bagaimana permusuhanmu terhadapku. Lalu, apa gerangan kau berbelas kasihan kepadaku ?!"
Kemudian hendaknya dia memperbarui taubatnya, melihat kembali wasiat yang telah dia tulis, berupaya membebaskan diri dari kezhaliman, membayar hutang, dan mengatakan kepada syaithan, "Tidak ada celah untuk berputus asa dari rahmat Allah".
Adapun ketika saat sedang menghadapi sakaratul maut, maka menjawabnya dengan enam jawaban berikut ini;
Yang pertama: barangkali aku bisa sembuh dari sakit ini. Betapa banyak penyakit yang lebih parah dari ini namun masih diberi kesembuhan. Sungguh Fulan dan Alan lebih menderita daripada aku namun mereka tidak putus asa sama sekali.
Yang kedua: untuk apa kamu terburu-buru (menakutiku) bayang-bayang suram di saat menyusahkan seperti ini ? Membayangkan kesuraman di saat seperti ini adalah kesusahan yang lain.
Orang-orang yang bijak menuturkan, "Janganlah kalian membayangkan hal-hal yang suram, supaya kalian hanya mati satu kali, bukan berkali-kali".
Yang ketiga: bahwa barangkali Allah ta'ala mengasihiku di saat-saat sakaratul maut itu. Betapa seringnya pertolongan itu datang di saat kesulitan begitu menghimpit.
Yang keempat: telah dekat memang kematian itu sebagaimana yang kamu katakan, lalu untuk apa berkeluh kesah ?
Yang kelima: bahwa sesuatu yang ditakdirkan terjadi pastilah terjadi. Aku telah hidup lebih lama dari Fulan dan Alan.
Yang keenam: bahwa manakala semakin besar kesusahan maka semakin besar pula pahalanya.
Umar bin Abdul Aziz berkata, "Aku tidak berharap sakaratul maut diringankan untukku. Karena itu adalah hal terakhir bagi seorang muslim yang menggugurkan dosanya".¹
Ibrahim An-Nakha'i, "Dahulu mereka (para salaf) menganjurkan bagi orang yang sedang sakit supaya memuji Allah di saat menjelang kematiannya".
Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma berkata, "Sakaratul maut adalah kesusahan terakhir yang dihadapi oleh seorang mukmin".
Ibnu Abi Mulaikah berkata, "Ketika Abdurrahman bin Abi Bakr wafat di daerah habsy, berjarak beberapa mil dari kota Makkah, jenazah beliau dibawa Ibnu Shafwan hingga tiba di kota Makkah.
Ketika berita wafatnya Abdurrahman sampai kepada Aisyah, beliau mengucapkan, "Aku tidaklah bersedih atas apa yang menimpanya kecuali pada dua hal; ( pertama ) dia tidak diobati, (kedua) dia tidak langsung dikubur saat meninggal dunia, karena dia meninggal dunia dengan tiba-tiba".²
Guru kami; Ibnu Nashir menerangkan, "Makna dia tidak diobati, adalah dia tidak menderita sakit yang dengannya bisa menjadi penggugur dosanya, mengingatkannya akan kematian sehingga bisa berwasiat terlebih dahulu, dan membuat keluarganya terhibur karena bisa mengobati sakitnya".
Catatan:
1. Az-Zuhd di bab Akhbar Umar Ibnu Abdil Aziz. Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dari gurunya;
أخبرنا ابن ناصر قال أخبرنا ابن السراج قال أخبرنا الحسن بن علي قال أخبرنا أحمد بن جعفر قال حدثنا عبد الله بن أحمد قال حدثني أبي....
2. Thabaqah Ibnu Sa'ad.
Ibnul Jauzi sanadnya dengan jalur;
أنبأنا محمد بن عبد الباقي البزار قال أنبأنا أبو محمد الجوهري قال أخبرنا عمر بن حيوية قال أخبرنا أحمد بن معروف قال حدثنا الحسين بن الفهم قال حدثنا محمد بن سعد قال حدثنا عبد الملك بن عمرو العقدي قال حدثنا نافع بن عمر عن ابن أبي مليكة
Lihat postingan sebelumnya di:
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (15)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
WASPADA PERANGKAP IBLIS SAAT-SAAT MENJELANG KEMATIAN
Terkadang Iblis datang menemui orang yang sakit atau yang sedang mengalami sekaratul maut lalu ia merusak agama dan dunianya.
Abul Yusr telah meriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwasannya beliau pernah berdoa;
اللهم إني أعوذبك من الغرق و الحرق و الهدم، و أعوذبك أن يتخبطني الشيطان عند الموت
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari banjir, kebakaran, dan tanah longsor. Dan aku berlindung kepada-Mu dari dijerumuskan oleh syaithan ( ke dalam kesesatan ) di saat menjelang kematian".¹
Disebutkan dalam suatu riwayat, bahwasannya Iblis tidaklah lebih genjar untuk menyesatkan anak Adam (manusia) melebihi di saat-saat menjelang kematiannya. Ia berkata kepada bala tentaranya, "Biarkan aku yang mengurus orang ini, karena jika sampai dia terlepas, kalian tidak akan dapat mengejarnya".
Bisa jadi Iblis mengusai orang itu di saat-saat menjelang kematiannya lalu ia sesatkan akidahnya, bisa juga ia menghalanginya dari bertaubat, mencegahnya dari upaya membebaskan diri dari kezhaliman, atau membuatnya putus asa dari rahmat Allah.
Iblis berkata kepadanya, "Sekaratul maut telah datang menemuimu yang deritanya itu tidak mampu dipikul oleh gunung. Rasa sakitnya yang luar biasa! Semestinya Allah bisa mengasihimu, lalu apa faidahnya kamu menderita ketersiksaan ini ? Kamu akan berpisah dengan orang-orang yang kamu cintai. Badanmu akan hancur. Kemudian kamu tidak tahu di manakah tempat kembalimu (surga atau neraka)".
Karena sebab was-was ini, seorang bisa terjatuh ke dalam kegalauan sehingga terkadang membuatnya menentang terhadap takdir.
Maka seyogyanya bagi seorang mukmin menyadari bahwa saat-saat menjelang kematian adalah peperangan yang sesungguhnya yang sedang membara, karenanya hendaknya dia menjadi tangguh dan meminta pertolongan kepada Allah dalam menghadapi musuh agar terpukul mundur dengan merugi.
Dari Abu Hurairah radhiyyallahu'anhu bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda;
إنَّ المؤمنَ لَيُنْضِي شياطِيَنه كما يُنْضِي أحدُكم بَعيرَه في السفرِ
"Sesungguhnya seorang mukmin akan menundukkan syaitannya sebagaimana salah seorang kalian menundukkan untanya ketika sedang safar".²
Catatan:
1. Dikeluarkan oleh Ath-Thabrani ( 19 / 170 ). Dishahihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1552 dan 1553.
2. Al-Musnad ( 2 / 380 ). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dengan jalur berikut;
أخبرنا هبة الله بن محمد قال أخبرنا الحسن بن علي قال أخبرنا أحمد بن جعفر قال حدثنا عبد الله بن أحمد قال حدثني أبي...
Namun di dalam sanad hadits ini ada Ibnu Lahi'ah. Dinyatakan lemah oleh Imam Al-Albani di dalam Dhai'ful Jami' no. 1772.
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (14)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
TIDAK SEPATUTNYA MENGADU KEPADA MAKHLUK
Para salaf terdahulu tidak menyukai mengadukan keadaan kepada makhluk. Memang, mengadukan keadaan kepada makhluk padanya terdapat kelegaan, namun itu menunjukkan kelemahan dan kerendahan. Sedangkan bersabar darinya itu menunjukkan kekuatan dan kemuliaan.
Juga, mengadukan keadaan kepada makhluk berarti menyebarkan rahasia Allah yang itu bisa menimbulkan celaan dari musuh, dan belas kasihan dari teman.
لا تشكون إلى صديق حالة ... فاتتك فى السراء و الضراء
فلرحمة المتوجعين مضاضة ... فى القلب مثل شماتة الأعداء
"Janganlah kamu mengadukan kepada teman keadaan yang telah berlalu padamu; baik tentang senang maupun susah. Sungguh, belas kasihan orang-orang yang iba itu terasa pedih di hati, seperti celaan dari musuh".
Para salaf terdahulu juga tidak menyukai merintih. Karena hal itu termasuk dari mengadu.
Selama mampu bersabar, maka hendaknya dia terus bersabar. Namun, jika rasa sakit mengalahkannya, maka dia diberi udzur padanya.
Ahmad bin Hanbal berkata kepada putranya, "Bacakan kepadaku hadits Thawus bahwa beliau tidak menyukai merintih saat sakit". Maka putranya pun membacakannya kepadanya. Beliau pun tidak merintih sampai meninggal dunia.¹
Banyak dari kalangan salaf terdahulu menjadikan tempat merintih menjadi tempar berdzikir kepada Allah, istighfar, dan beribadah.
Berkata Ibnu Abi Hazim; "Bahwasannya Shafwan bin Sulaim ketika di saat-saat menjelang wafatnya, saudaranya menjenguknya. Shafwan pun berbolak-balik (di atas pembaringan).
Mereka bertanya, "Apakah dia ingin sesuatu?" Shafwan menimpali, "Iya". Lalu putrinya Shafwan berkata, "Dia tidak ada keinginan melainkan dia ingin agar kalian bangkit darinya sehingga dia bisa untuk berdiri mengerjakan shalat. Itu saja keinginannya. Merekapun bangkit, lalu ia berdiri mengerjakan shalat.
Kemudian putrinya Shafwan berteriak. Merekapun masuk, ternyata Shafwan sudah meninggal dunia".
Catatan:
1. Manaqib Imam Ahmad ( 407 ), Shifatus Shafwah ( 2/357 )
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (13)
LANJUTAN PELIPUR LARA BUAT YANG SEDANG SAKIT
17. Hendaknya dia menganggap kecil sabar yang telah ia curahkan bila dibandingkan dengan keagungan Allah. Ibaratnya seperti orang yang menganggap kecil hadiah yang ia berikan kepada raja yang agung.
Dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu'anhuma berkata;
Orang-orang Romawi menawan Abdullah bin Khudzafah As-Sahmi; salah seorang shahabat Rasulullah ﷺ. Kaisar Romawi berkata kepadanya, "Masuklah ke dalam agama Nasrani, atau bila tidak aku akan melemparkanmu ke dalam periuk tembaga (yang dipanaskan)". Abdullah bin Khudzafah menjawab, "Aku tidak akan melakukannya".
Kaisar pun meminta didatangkan periuk dari tembaga, kemudian diisi dengan minyak lalu dipanaskan hingga mendidih. Kaisar memanggil seseorang dari kaum muslimin, lalu menawarkan kepadanya untuk memasuki agama Nasrani namun ia menolak, maka Kaisar melemparkannya ke dalam periuk tembaga itu. Seketika tulang-tulangnya pun memisah dari daging-dagingnya.
Kaisar berkata lagi kepada Abdullah bin Khudzafah, "Masuklah ke dalam agama Nasrani, atau bila tidak aku akan melemparkanmu ke dalam periuk itu!" Abdullah menjawab, "Aku tidak akan melakukannya".
Kaisar memerintahkan bawahannya supaya melemparkan Abdullah ke dalam periuk tersebut. Mereka pun mulai memegangi Abdullah. Namun, Abdullah menangis. Merekapun berkata, "Dia telah takut. Dia menangis".
Kaisar berkata, "Kembalikan ia kepadaku!"
Abdullah bin Khudzafah As-Sahmi berkata, "Janganlah kalian mengira aku menangis karena takut. Tapi aku menangis karena nyawaku hanyalah satu dan akan habis bila disiksa karena Allah seperti ini, padahal aku ingin seandainya aku memiliki nyawa sejumlah rambutku lalu aku ditangkap dan disiksa seperti ini (dalam rangka mempertahankan agama Allah)".
Kaisar pun dibuat takjub olehnya. Ia ingin membebaskan Abdullah. Kaisar berkata, "Cium kepalaku! Maka aku akan membebaskanmu". Abdullah menjawab, "Aku tidak akan melakukannya".
Kaisar berkata, "Kalau begitu masuklah ke dalam agama Nasrani, maka aku akan menikahkanmu dengan putriku dan memberimu bagian dari kerajaanku". Abdullah menjawab, "Aku tidak akan melakukannya".
Kaisar berkata, "Kalau begitu ciumlah kepalaku, maka aku akan membebaskanmu dan juga delapan puluh orang dari kaum muslimin". Abdullah menjawab, "Kalau ini, maka saya bersedia".
Abdullah pun mencium kepala kaisar. Dan kaisar pun membebaskannya beserta delapan puluh orang dari kaum muslimin.
Katika mereka sampai di hadapan Umar bin Khattab, beliau berdiri menyambut Abdullah dan mencium kepalanya. Para shahabat Rasulullah ﷺ mencandai Abdullah dengan mengatakan, "Kamu mencium kepalanya orang kafir"¹
Hendaklah dia mengerti bahwa kesabaran dan penahanan diri ini hanyalah terjadi sesaat beberara waktu semata, kemudian akan hilang dari ingatan sehingga tidak lagi merasakan sakitnya.
Hendaknya ia menguatkan dirinya dengan mengatakan, "Ini hanyalah sebentar" kemudian dia menghadapi setiap musibah dengan pelipur-pelipur lara yang telah saya sebutkan. Jika seorang menyadari sedang terombang-ambing di dalam ombak, ia tidak akan terbebas dari meneguk air garam.²
Ketahuilah, bahwasannya siapa yang menjaga perintah-perintah Allah di masa sehatnya, niscaya Allah akan menjaganya di masa sulitnya. Rasulullah ﷺ bersabda;
احفظِ اللهَ يحفظْك ، احفظِ اللهَ تجدْه أمامَك ، تعرَّفْ إلى اللهِ في الرخاءِ يعرفُك في الشدَّةِ
"Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan menemui-Nya di hadapanmu. Kenalilah Allah di waktu senangmu, niscaya Allah akan mengenalmu di masa sulitmu"³
Tidakkah kamu melihat tatkala Nabi Yunus 'alaihissalam terjatuh ke dalam kesulitan (ditelan oleh ikan), dan beliau memiliki amalan-amalan shalih yang telah dikerjakannya, ia pun ditolong dan selamat.
Namun, ketika Fir'aun tidak pernah melakukan amalan kebaikan, ia tidak mendapatkan tempat meminta pertolongan di masa sulitnya, bahkan dikatakan kepadanya, "Apakah baru sekarang kamu beriman, padahal kamu telah berbuat durhaka sebelumnya ?!".
Abdul Shamad Az-Zahid berkata menjelang wafatnya, "Wahai Tuhanku, untuk menghadapi kesulitan seperti inilah aku menyimpan amalan-amalan shalihku".⁴
Catatan:
1. Disebutkan oleh Ibnul Atsir dalam Asadul Ghabah ( 3/212), dan Adz-Dzahabi dalam Siyar A'lamin Nubala ( 2 / 14 ). Dan Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dengan jalur berikut;
أنبأنا زاهر بن طاهر قال أنبأنا أبو بكر البيهقي قال حدثنا أبو نعيم عبد الملك بن محمد بن علي قال حدثنا صالح بن علي النوفلي قال حدثنا عبد الله بن محمد بن ربيعة قال عمر بن المغيرة عن عطاء بن عجلان عن عرمة عن ابن عباس... إلخ
2. Maksudnya, kalau seorang sudah menyadari kalau dunia itu tempatnya cobaan; tidak ada yang terbebas dari musibah maka dia tidak mengeluhkan musibah yang dideritanya.
3. HR. Timidzi 2516
4. Shifatus Shafwah ( 2 / 481 )
Sumber:
https://t.me/RaudhatulAnwar1
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (12)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
PELIPUR LARA BUAT YANG SEDANG SAKIT
Bilamana sakitnya semakin parah, hendaknya dia mengobatinya dengan tujuh belas obat; delapan di antaranya telah kami sebutkan pada pembahasan yang telah lalu.
[ Lihat: https://t.me/RaudhatulAnwar1/686 ]
9. Hendaknya dia mengerti bahwasanya bagaimanapun ketetapan Allah yang berlaku baginya itulah yang terbaik.
Dari Shuhaib bin Sinan radhiyallahu'anhu berkata; Rasulullah ﷺ bersabda,
عَجِبْتُ مِنْ قَضَاءِ اللَّهِ لِلْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَ الْمُؤْمِنِ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ فَشَكَرَ كَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ فَصَبَرَ كَانَ خَيْرًا لَهُ
"Saya kagum dari ketetapan Allah bagi seorang mukmin. Sungguh, seluruh keadaannya itu kebaikan. Yang demikian tidak didapati kecuali pada seorang mukmin. Ketika dia memperoleh kelapangan, ia bersyukur. Dan syukur itu yang terbaik baginya. Dan ketika ditimpa kesulitan, ia bersabar. Dan sabar itu yang terbaik baginya".¹
10. Bahwasannya beratnya cobaan itu khusus menimpa orang-orang pilihan.
Dari Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu'anhu berkata; aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ, "Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat cobaannya?"
Beliau menjawab,
الأنبياءُ ثم الصالحون ، ثم الأمثلُ فالأمثلُ ، يُبتلى الرجلُ على حسبِ دِينِه ، فإن كان في دِينِه صلابةٌ ، زِيدَ في بلائِه ، وإن كان في دِينِه رِقَّةٌ ، خُفِّفَ عنه ولا يزالُ البلاءُ بالمؤمنِ حتى يمشي على الأرضِ وليس عليه خطيئةٌ
"Para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian orang serupa, lalu orang yang serupa. Seorang akan diuji sesuai kadar agamanya; jika agamanya kuat, cobaannya pun semakin berat, namun jika lemah agamanya, maka akan diringankan cobaannya. Senantiasa cobaan itu menimpa seorang hamba, sehingga dia berjalan di atas muka bumi dalam keadaan tidak memiliki dosa"²
Dari Aisyah radhiyallahu'anha berkata;
Bahwasannya, Rasulullah ﷺ saat menjelang wafatnya ada bejana kecil dari kulit yang berisi air di hadapannya, beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana itu lalu membasuh wajahnya seraya berkata,
لا إله إلا الله، إن للموت سكرات
"Tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah. Sesungguhnya kematian itu memiliki sakarat (pedih)".
Kemudian beliau menegakkan tangannya dan berkata, "Menuju Rafiqul A'la". Sampai akhirnya ruh beliau dicabut dan melemas tangannya.³
Dari Abu Sa'id Al-Khudzri radhiyallahu'anhu berkata;
Aku masuk menemui Nabi ﷺ ketika beliau sedang sakit. Aku meletakkan tanganku kepada beliau dan aku merasakan panasnya suhu badan beliau hingga tembus ke atas selimutnya. Aku berkata, "Ya Rasulullah, betapa berat sakit yang menimpa anda".
Beliau menjawab,
إنا كذلك يضعف لنا البلاء و يضعف لنا الأجر
"Sesungguhnya demikian keadaan kami (para nabi). Ujian dilipatgandakan bagi kami, dan pahalanya juga dilipatgandakan bagi kami".
Aku bertanya, "Ya Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?" Beliau menjawab,
الأنبياء
"Para nabi".
Aku bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Beliau menjawab,
الصالحون. إن كان ليبتلى بالفقر حتى ما يجد أحدهم إلا العباءة يحويها، وإن كان أحدهم ليفرح بالبلاء كما يفرح أحدكم بالرخاء
"Orang-orang shalih, Sungguh ada di antara mereka yang diuji dengan kemiskinan, sehingga harta yang dimiliki tinggal baju yang dia kenakan. Sungguh salah seorang mereka itu, lebih bangga dengan ujian yang dideritanya, melebihi kegembiraan kalian ketika mendapatkan kelapangan"⁴.
Dari Abu Hayyan dari bapaknya berkata;
Mereka masuk menemui suwaid bin Syu'bah. Ketika beliau hanya bisa terbaring di atas kasurnya hingga seperti anakan burung (karena saking kurusnya). Istri beliau berseru kepadanya, "Apa yang hendak kamu makan? Apa yang hendak kamu minum?"
Beliau menjawabnya dengan suara lirih, "Tulang-tulang pinggul sudah mati dan terbaringku juga sudah lama. Namun, sugguh aku tidak berharap bilamana Allah mengurangi pahalanya walau hanya seujung kuku".⁵
Aisyah radhiyallahu'anhu berkata;
Aku belum pernah melihat sakit kepala yang menimpa seorang yang lebih berat daripada yang menimpa Rasulullah ﷺ.⁶.
11. Hendaknya dia mengetahui bahwasannya dirinya itu kepunyaan ( Allah ), ia tidak memiliki kuasa atas dirinya sedikitpun.7
Berkata seorang penyair;
صرت لهم عبدا ... و ما للعبد أن يعترض
"Daku menjadi hamba baginya, dan tiada hak bagi hamba untuk menentang"
12. Hendaknya dia mengingat keagungan Dzat yang memberi cobaan, kemudian menyadari bahwa ia tiada memiliki kuasa atas dirinya. Ia ucapkan, "Duhai jiwa, engkau telah lupa bahwasannya Allah telah membelimu. Bila kamu ridha terhadap perniagaan ini, maka tiada jalan bagimu untuk menentangnya.
13. Hendaknya dia mengetahui bahwa ujian ini terjadi sesuai keridhaan Allah dan kehendak-Nya. Maka sudah semestinya ia ridha terhadap apa yang Allah ta'ala ridhai.
14. Hendaknya ia cerca dirinya sendiri tatkala mulai berkeluh kesah. Ia ucapkan, "tidakkah kamu tahu bahwa ini pasti terjadi ?! Lalu mengapa kamu mengeluhkan hal yang sudah pasti terjadi ?!
Dari Abul Huwairits berkata; "Tatkala Rasulullah ﷺ ditimpa penyakit yang beliau wafat karenanya, tiba-tiba berkata kepada dirinya sendiri,
ما لك تلوذين كل ملاذ
"(Wahai jiwa) mengapakah kamu memohon perlindungan dengan segenap permohonan ?!"8
15. Hendaknya ia katakan kepada dirinya sendiri, "Ini hanyalah sesaat, kemudian akan berlalu seakan tidak pernah terjadi". Lalu hendaknya ia mengingat sakit-sakit yang pernah ia derita, bahkan rasa sakit yang memuncak, (bukankah) kemudian sakit itu hilang; seakan tidak pernah terjadi ?
Maka yang mestinya dilihat adalah akhir kesudahannya. Dan barangsiapa yang merenungkan akhir kesudahannya, niscaya musibah itu akan (terasa) ringan.
Dari Anas bin Malik berkata; Rasulullah ﷺ bersabda;
يُؤْتَى بأَنْعَمِ أهْلِ الدُّنْيا مِن أهْلِ النَّارِ يَومَ القِيامَةِ، فيُصْبَغُ في النَّارِ صَبْغَةً، ثُمَّ يُقالُ: يا ابْنَ آدَمَ، هلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ؟ هلْ مَرَّ بكَ نَعِيمٌ قَطُّ؟ فيَقولُ: لا واللَّهِ يا رَبِّ، ويُؤْتَى بأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا في الدُّنْيا مِن أهْلِ الجَنَّةِ، فيُصْبَغُ صَبْغَةً في الجَنَّةِ، فيُقالُ له: يا ابْنَ آدَمَ، هلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ؟ هلْ مَرَّ بكَ شِدَّةٌ قَطُّ؟ فيَقولُ: لا واللَّهِ يا رَبِّ، ما مَرَّ بي بُؤْسٌ قَطُّ، ولا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
"Di hari kiamat nanti akan didatangkan seorang yang paling nikmat hidupnya di dunia, namun dia tergolong penghuni neraka. Dia dicelupkan ke dalam neraka satu kali celupan, lalu ditanya, "Wahai anak Adam, pernahkah kamu melihat kebaikan ? Pernahkan kamu merasakan nikmat ?" Ia menjawab, "Demi Allah, tidak pernah wahai Rabbku".
Dan didatangkan pula seorang yang hidupnya paling susah di dunia, namun dia tergolong penghuni surga. Dia dicelupkan ke dalam surga satu kali celupan, lalu ditanya, "Wahai anak Adam, pernahkah kamu melihat kesusahan ? Pernahkah kamu merasakan kesulitan ?" Ia menjawab, "Demi Allah, tidak pernah wahai Rabbku. Aku tidak pernah merasakan susah dan tidak pernah melihat kesulitan".9
16. Hendaknya dia merenungkan kepindahannya menuju kenikmatan surga yang tiada putusnya. Aduhai.. apatah perbandingannya dengan musibah yang hanya sesaat ini ? Bahkan, apatah perbandingan umur dunia seutuhnya bila disandingkan dengan kelanggengan yang abadi ?
Untuk lebih memperjelas hal itu, kalaulah kita bandingkan seandainya Allah menutupi seluruh bagian langit dan bumi dengan biji-bijian, kemudian Allah menciptakan seekor burung lalu memerintahkannya untuk memindahkan biji-bijian itu setiap satu juta tahun satu biji, bukankah tergambarkan biji-bijian itu akan habis ? Maka (pahamilah) keabadian di surga itu tiada habisnya.
Barangsiapa yang merenungkan kelanggengan yang abadi, dirinya akan terus abadi berada dalam kenikmatan dengan keabadian sang Pencipta; dan keabadiaan-Nya itu tiada akan berhenti, tentulah dia akan menjadi bergembira dan melupakan segala rasa sakit yang diderita. Jikalau kematian adalah jalan menuju kenikmatan yang abadi itu, niscaya akan terasa ringan (musibahnya).
Dari Abu Sa'id Al-Khudzri radhiyallahu'anhu, dari Nabi ﷺ bersabda;
ينادى مُنادٍ : إنَّ لكم أن تَصِحُّوا فلا تسقَموا أبدًا ، و إنَّ لكم أن تحيوا فلا تموتوا أبدًا ، و إنَّ لكم أن تشِبُّوا فلا تهرَموا أبدًا ، و أنَّ لكم أن تنعَموا فلا تبْأسوا أبدًا
"Penyeru berkata (kepada penghuni surga), "Sesungguhnya kalian akan senantiasa hidup dan tidak akan pernah mati selamanya. Sesungguhnya kalian akan akan senantiasa sehat dan tidak akan merasakan sakit selamanya. Sesungguhnya kalian akan senantiasa muda dan tidak akan menua selamanya. Sesungguhnya kalian akan terus bernikmat-nikmat dan tidak akan putus asa selamanya".10
Catatan:
1. Al-Musnad (6/15). Ibnul Jauzi menyebutkan sanad beliau sendiri dari Ibnul Hushain, dari Ibnul Mudzahhib, dari Muhammad bin Ja'far, dari Abdullah bin Ahmad...
2. Al-Musnad (1/172). Ibnul Jauzi menyebutkan sanad beliau sendiri dari jalur Hibatullah bin Muhammad, dari Al-Hasan bin Ali, dari Ahmad bin Ja'far, dari Abdullah bin Ahmad....
3. Al-Musnad (1/172).
4. Sunan Ibnu Majah (2/1334). Ibnul Jauzi menyebutkan sanad beliau sendiri dari jalur Muhammad bin Nashir, dari Ibnu Mashur Muhammad bin Al-Hasan Al-Muqawwi, dari Abul Qasim bin Abil Mundzir, dari Ali bin Ibrahim bin Salamah bin Nahr, dari Muhammad bin Yazid bin Majah....
5. Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sampai kepada Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari jalur Ibnu Nashir, dari Ibnu Siraj, dari Al-Hasan bin Ali, dari Ibnu Malik, dari Abdullah bin Ahmad....
6. HR. Bukhari 5646 dan Muslim 2570.
7. Hal itu akan kita rasakan dengan merenungi kalimat istirja' yang kita baca saat mendapatkan musibah.
إنا لله و إنا إليه راجعون
"Sesungguhnya kita semua milik Allah, dan sesungguhnya kepada-Nya kita akan kembali"
8. Thabaqat Ibnu Sa'ad ( 2 /257 ). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dengan jalur berikut;
أخبرنا محمد بن عبدالباقي البزار قال أخبرنا الجوهري قال أخبرنا ابن حيوية قال أخبرنا ابن معروف قال حدثنا الحارث قال حدثنا محمد بن سعد..... إلخ
9. Al-Musnad ( 3/203), juga dikeluarkan oleh Imam Muslim ( 4/2162). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dengan jalur berikut;
أخبرنا ابن الحصين قال أخبرنا ابن المذهب قال أخبرنا أحمد بن جعفر قال حدثنا عبد الله بن أحمد قال حدثني أبي..... إلخ
10. Al-Musnad ( 2/319). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dengan jalur berikut;
أخبرنا ابن الحصين قال أخبرنا ابن المذهب قال أخبرنا أحمد بن محمد قال أخبرنا عبد الله بن أحمد قال حدثني أبي..... إلخ
#TERJEMAH KITAB
Sumber:
https://t.me/RaudhatulAnwar1
Sabtu, 05 Oktober 2024
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (11)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
SAKIT ITU SEBAB DIAMPUNINYA DOSA
Hendaknya orang yang sedang sakit mengerti bahwasannya sakit itu menggugurkan dosa-dosa. Semakin parah sakit yang dideritanya, maka itu semakin menggugurkan dosa.
Dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu berkata:
Aku masuk menemui Nabi ﷺ ketika beliau sedang demam. Aku menyentuh beliau, maka aku pun berkata, "Ya Rasulullah, anda sedang demam dengan demam yang hebat".
Beliau menjawab,
أَجَلْ إنِّي أُوعَكُ كما يُوعَكُ رَجُلَانِ مِنكُم
"Tentu. Sesungguhnya aku merasakan demam yang setara dengan demamnya dua orang dari kalian".
Aku berkata, "Namun, anda mendapatkan dua pahala?"
Beliau menjawab,
نعم، والَّذي نفسي بيدِه ما على الأرضِ مسلمٌ يُصيبُه أذًى مِن مرَضٍ فما سواه إلَّا حطَّ اللهُ عنه خطاياه كما تحُطُّ الشَّجرةُ ورَقَها
"Iya. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang muslim di muka bumi ini yang tertimpa musibah, apakah penyakit atau selainnya, melainkan Allah akan menggugurkan darinya dosa-dosanya seperti bergugurannya dedaunan dari pohon".¹
Dari Aisyah radhiyallahu'anha berkata, Rasulullah ﷺ bersabda;
مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا.
"Tidaklah suatu musibah yang menimpa seorang muslim melainkan Allah akan menghapuskan dengannya kesalahannya, sampai pun duri yang menusuknya".²
Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
لا يزالُ البلاءُ بالمؤمنِ والمؤمنةِ في جسده و فى مالِه و فى ولده حتَّى يلقَى اللهَ تعالَى وما عليه خطيئةٌ
"Senantiasa musibah itu menimpa seorang mukmin; laki-laki maupun perempuan, baik pada jasadnya, pada hartanya, dan pada anaknya, sehingga dia berjumpa dengan Allah tanpa memiliki kesalahan".³
Berkata Abu Hurairah radhiyallahu'anhu;
Ada seorang badui masuk menemui Nabi ﷺ, beliau bertanya kepadanya,
هل أخذَتْكَ أُمُّ مِلْدَمٍ
"Apakah kamu pernah terkena ummu mildam (demam)?"
Dia menjawab, "Apa itu ummu mildam?"
Nabi ﷺ berkata,
حَرٌّ بين الجلدِ و اللحـمِ
"Panas antara kulit dan daging"
Badui tadi menjawab, "Tidak pernah sama sekali".
Nabi ﷺ bertanya lagi,
فهل أخذك الصداع
"Pernahkah kamu sakit kepala?"
Ia menjawab, "Apa itu sakit kepala?"
Nabi ﷺ berkata,
عرق يضرب على الإنسان فى رأسه
"Saraf yang menekan seorang pada kepalanya".
Ia menjawab, "Tidak pernah sekali".
Ketika orang badui itu pergi, Nabi ﷺ bersabda,
مَن أحَـبَّ أنْ ينظُرَ إلى رجلٍ مِن أهلِ النَّارِ فلينظُرْ إلى هذا
"Barangsiapa yang ingin melihat seseorang dari penghuni Neraka maka lihatlah orang ini".⁴
Berkata Jabir radhiyallahu'anhu;
Demam meminta izin kepada Nabi ﷺ, maka beliau bertanya, "Siapa ini?"
Ia menjawab, "Ummu Mildam".
Beliau pun menyuruhnya untuk pergi kepada penduduk Quba, sehingga mereka terkena demam hebat, hanya Allah yang tahu. Mereka mendatangi Nabi dan mengeluhkan demam yang menimpa mereka.
Nabi ﷺ bersabda,
ما شئتم، إن شئتم أدعو الله فيكشفها عنكم، و إن شئتم أن تكون لكم طهورا
"Terserah kalian. Jika kalian mau, saya berdoa kepada Allah untuk menyingkarkannya dari kalian, dan jika kalian mau, maka itu akan menjadi pembersih dosa kalian".
Mereka berkata, "Wahai Rasulullah, apakah demam bisa melakukan itu?"
Rasulullah ﷺ menjawab, "Iya".
Mereka berkata, "Kalau begitu, biarkan demam itu menimpa kami".⁵
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu'anhu berkata, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,
الحمى تذهب خطايا بني آدم كما تذهب النار خبث الحديد
"Demam itu menghilangkan dosa-dosa anak cucu adam, sebagaimana halnya api, menghilangkan karat-karat besi".⁶
Berkata Al-Hasan Al-Bashri;
"Akan diampuni dosa-dosa seorang hamba karena demam yang dideritanya semalaman".⁷
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1
Catatan:
1. Al-Musnad (1/381). Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri sampai kepada Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari jalur Ibnu Hushain dari Ibnul Mudzahhib dari Ahmad bin Ja'far.
2. Al-Musnad (6/88). Ibnul Jauzi tidak menyebutk sanad sampai kepada Imam Ahmad, namun beliau langsung mengatakan "berkata Imam Ahmad". Beliau juga mengatakan, "hadits ini ada dalam dua kitab shahih". Hadits ini diriwayatkan Imam Bukhari no. 5660 dan Imam Muslim no. 2571
3. Al-Musnad (2/332) Ibnul Jauzi tidak menyebutkan sanadnya, tapi beliau langsung menyebut "Berkata Ahmad".
4. Al-Musnad (2/332). Ibnul Jauzi tidak menyebut sanadnya, tapi langsung menyebut "Berkata Abu Hurairah.."
5. Al-Musnad (2/316) Ibnul Jauzi tidak menyebutkan sanadnya, tapi beliau langsung menyebut "Berkata Ahmad".
6. HR. Muslim 2928. Ibnul Jauzi mengatakan, "Dan pada hadits-hadits yang Imam Muslim bersendiri meriwayatkannya".
7. HR. Ahmad dalam Az-Zuhd no. 280 dengan lafazh,
كانوا يرجون فى حمى ليلة كفارة لما سلف من الذنوب
"Dahulu mereka mengharapkan demam semalaman yang diderita sebagai penghapus dosa-dosa yang telah lalu".
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (10)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
BAB KETIGA
MUSIBAH YANG MENIMPA DIRI SEORANG SECARA KHUSUS
Aku melihat kebanyakan manusia ketika ditimpa penyakit mereka tersibukkan; terkadang sibuk dengan mengeluhkan dan mengadu, dan terkadang sibuk dengan berobat, sampai penyakit itu bertambah parah.
Dengan bertambah parah penyakitnya itu membuatnya tersibukkan dari menoleh kepada perkara-perkara yang bermashalat; seperti berwasiat, melakukan kebaikan, dan persiapan menghadapi kematian. Karena betapa banyak dosa yang dia belum bertaubat darinya, adanya titipan-titipan barang yang belum dia kembalikan kepada pemiliknya, atau dia masih memiliki tanggungan hutang atau tanggungan zakat, atau masih ada kezhaliman yang belum terbersit untuk memperbaikinya¹.
Sayangnya, yang membuatnya sedih itu sebatas karena berpisah dengan dunia. Karena memang, dunia itulah yang menjadi prioritas semasa hidupnya. Sehingga, bisa-bisa dia siuman lalu berwasiat dengan wasiat yang zhalim².
Hal itu disebabkan karena lemahnya iman. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,
فَأَعْرِضْ عَن مَّن تَوَلَّىٰ عَن ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَاذَٰلِكَ مَبْلَغُهُم مِّنَ ٱلْعِلْمِ ۚ
"Maka berpalinglah (hai Rasul) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak menginginkan kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka". Qs. An-Najm: 29-30.
Dan keadaan ini mencakup untuk seluruh makhluk. Kita berlindung kepada Allah ﷻ dari penelantaran.
Karenanya, orang yang menyadari hal ini hendaknya melakukan persiapan di masa sehatnya sebelum datangnya masa sakit. Bisa jadi, waktu itu akan menjadi sempit untuk beramal, memperbaiki kekurangan, atau berwasiat.
Dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُرِيْدُ أَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيِّتُهُ
“Tidak pantas bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang ingin ia wasiatkan untuk melewati dua malamnya melainkan wasiatnya itu sudah tertulis di sisinya.”³
Disebutkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah dari Nabi ﷺ bahwasannya beliau bersabda,
إن الرجل ليعمل بعمل أهل الخير سبعين سنة، فإذا أوصى جار فى وصيته فيختم له بشر عمله فيدخل النار، و إن الرجل ليعمل الشر سبعين سنة، فيعدل فى وصيته فيختم له بخير عمله فيدخل الجنة.
"Sesungguhnya ada seorang yang beramal dengan amalannya orang-orang yang baik selama tujuh puluh tahun, namun tiba-tiba ketika berwasiat dia zhalim dalam wasiatnya, maka dia menutup hidupnya dengan kejelekan amalannya itu, kemudian dia masuk neraka. Dan sesungguhnya ada seorang yang berbuat kejelekan selama tujuh puluh tahun, namun dia adil dalam berwasiat, maka dia pun menutup hidupnya dengan kebaikan amalannya, kemudian dia masuk surga".⁴
Dan disebutkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik dari Nabi ﷺ bahwasannya beliau bersabda,
من فر بميراثه من وارث حرمه الله ميراثه من الجنة
"Barangsiapa lari (menghalangi) warisannya dari ahli warisnya, maka Allah akan haramkan untuknya warisan-Nya dari surga".⁵
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1
Catatan:
1. Seperti ghibah, atau menyakiti perasaan orang lain yang dia belum meminta maaf darinya.
2. Seperti: berwasiat salah satu putranya jangan diberi jatah warisannya. Atau wasiat-wasiat serupa; yang merugikan ahli warisnya.
3. Al-Musnad 1/80, Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri sampai kepada Abdullah bin Ahmad dari jalur Ibnul Hushain, dari Ibnul Mudzahhib, dari Ahmad bin Ja'far, dari Abdullah bin Ahmad.
4. HR. Abu Dawud 2867, dan Tirmidzi 2250. Hadits ini dinyatakan lemah oleh Al-Albani karena dalam sanadnya ada perawi bernama Syahr bin Hausyab. Dan hadits serupa dengan ini juga datang dalam riwayat Bukhari 3332 dan Muslim 2643 dari Abdullah bin Mas'ud berkata, Telah bercerita kepada kami Rasulullah ﷺ,
إن أحدكم ليعمل بعمل أهل الجنة حتى ما يكون بينه و بينها إلا ذراع فيسبق عليه الكتاب فيعمل بعمل أهل النار فيدخلها
"Sesungguhnya ada salah seorang kalian yang beramal dengan amalannya penghuni surga, sehingga antara dia dengan surga hanya sejarak satu hasta, namun catatan kitabnya mendahuluinya, maka dia pun beramal dengan amalannya penghuni neraka, kemudian dia pun masuk neraka".
5. HR. Ibnu Majah 2703, namun sanadnya lemah karena padanya terdapat perawi bernama Zaid Al-Ammi.
TEGAR MENGHADAPI KEMATIAN (9)
Pelipur Lara untuk Orang yang Ditinggal Mati Orang Tercintanya, untuk Orang yang Sedang Sakit Parah, dan untuk Orang yang Menghadapi Kematian
Judul Asli: الثبات عند الممات | Ats-Tsabāt 'Indal Mamāt
Karya: Al-Imam Abul Faraj Abdurrahman bin Ali ( Ibnul Jauzi ) rahimahullah,
KISAH ORANG-ORANG YANG SABAR DAN RIDHA SAAT TERTIMPA MUSIBAH
Berkata Abu Juhaifah¹: kami sedang pergi menuju Mihran. Saat itu ada seorang dari kabilah Asad yang ikut menyertai kami. Tiba-tiba dia menangis. Aku bertanya kepadanya, "Apakah (kamu) ini sedang berkeluh kesah?" Dia menjawab, "Tidak. Namun, anakku meninggal dalam perjalanan, padahal aku ingin dia bisa bersamaku sehingga kami bisa bersama-sama masuk surga".
Abu Muslim Al-Khaulani² berkata: "Seandainya aku dikarunai seorang anak yang Allah memberikan kepadanya pertumbuhan yang baik hingga sempurna masa keremajaannya dan dia pada keadaan yang paling membuatku kagum dengannya, kemudia Allah mewafatkannya, hal itu lebih aku cintai daripada aku memiliki dunia dan seisinya".
Hatim Al-Asham³ berkata: kami bertemu dengan orang Turki. Saat itu antara kami dengannya sedang terjadi peperangan.
Orang Turki itu melemparku dengan tali laso sehingga membuatku jatuh dari kudaku. Dia pun turun dari kendaraannya dan duduk di atas dadaku. Dia memegang janggutku, lalu mengeluarkan sebilah pisau dari sepatunya untuk menyembelihku.
Demi Allah, saat itu hatiku tidak berada (kerisauan) karena hendak disembelih, tidak pula dalam keadaan tenangnya.
Namun, hatiku seakan berada di sisi Allah sedang melihat takdir yang telah ditetapkan untukku. Aku berkata berkata, "Ya Allah, Engkau telah menetapkanku disembelih oleh orang ini, maka jadikanlah itu pada kepala dan mataku. Sesungguhnya aku adalah milik-Mu dan kepunyaan-Mu.
Ketika aku sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba ada seorang muslim yang melepaskan panah ke arah orang Turki itu tepat mengenai tenggorokannya. Dia pun jatuh dari dadaku. Dengan segera aku mengambil pisau darinya lalu menyembelihnya.
Sungguh, yang demikian itu akan terjadi bilamana hati kalian selalu terikat dengan Allah, sehingga kamu melihat keajaiban-keajaiban kelembutan-Nya, yang tidak akan kalian lihat ada pada ayah dan ibu kalian.⁴
Berkata seorang penyair, "Tidaklah luka itu akan terasa sakit bilamana kalian ridha terhadapnya".
Sungguh, betapa banyak yang tidak mendapatkan taufik saat ditinggal mati oleh orang tercintanya. Di antara mereka ada merobek bajunya, menampar pipinya, bahkan ada yang murka.
Aku pernah bertemu dengan seorang yang sudah lanjut usia; umurnya hampir 80 tahun. Ia selalu menjaga shalat jama'ah.
Suatu ketika anaknya meninggal dunia. Diapun mengatakan, "Tidak sepatutnya kalian berdoa kepada Allah. Dia tidak akan mengabulkan permohonan siapapun". Kemudian dia mengatakan, "Sesungguhnya Allah bersikeras terhadap kita sehingga tidak membiarkan kita mempunyai anak".
Aku pun menyadari kalau dia melakukan shalat-shalat dan perbuatan baik hanya kebiasaan saja tidak dia lakukan di atas dasar ilmu dan iman. Mereka adalah yang beribadah kepada Allah di tepian.⁵
#TERJEMAH KITAB
https://t.me/RaudhatulAnwar1
Catatan:
1. Abu Juhaifah Wahb bin Abdillah As-Siwai. Salah satu shahabat Nabi yang muda. Seumuran dengan Ibnu Abbas. Lihat Siyar A'lamin Nubala 3/203-204
2. Abu Muslim Al-Khaulani; Abdullah bin Tsaub. Pemuka Tabi'in. Menjumpai zaman jahiliyyah dan masuk Islam di masa hidupnya Nabi ﷺ, namun belum pernah bertemu beliau. Lihat Siyar A'lamin Nubala 4/7-8.
3. Hatim bin Unwan Al-Asham; seorang panutan yang terkenal dengan kezuhudan dan kalimat hikmahnya. Dijuluki dengan Luqman Hakimnya ummat ini. Beliau berasal dari daerah Balkh. Lihat Siyar A'lamin Nubala 11/484-485.
4. Ibnul Jauzi menyebutkan sanadnya sendiri dari Umar bin Mutharrif, dari Ja'far bin Ahmad, dari Abul Qasim Al-Azih, dari Abul Hasan bin Jahdham, dari Muhammad bin Abdillah bin Hafsh bin Ali bin Al-Muwaffiq, dari Hatim Al-Asham.
5. Allah Ta'ala berfirman,
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعْبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُۥ خَيْرٌ ٱطْمَأَنَّ بِهِۦ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ
"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepian; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata". Qs. Al-Hajj: 11
Disebutkan dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas menerangkan,
"Dahulu ada seorang yang datang ke Madinah; ketika istrinya melahirkan anak laki-laki dan beranak kudanya, dia berkata: "Islam adalah agama yang baik".
Namun, jika istrinya tidak melahirkan, kudanya juga tidak beranak, dia berkata: "Islam adalah agama yang jelek".¹
Beliau juga menerangkan, "Fitnah maksudnya adalah bencana. Dahulu ada seorang yang datang ke Madinah, dan madinah itu kota yang (dikenal) menjangkit penyakit demam padanya. Jika dia sehat tubuhnya, kudanya melahirkan anakan yang bagus, dan istrinya juga melahirkan anak laki-laki, dia berkata: "Semenjak aku masuk agama Islam ini, tidaklah menimpaku kecuali kebaikan".
Namun, jika dia terkena demam kota Madinah, istrinya melahirkan anak perempuan, dan harta sedekah lambat dibagikan kepadanya, maka syaithan datang kepadanya (memberi was-was), dia pun berkata: "Demi Allah, semenjak aku masuk agamamu ini, tidaklah menimpaku kecuali kejelekan".
Dan itulah yang dimaksud dengan fitnah.
Al-Baghawy rahimahullah menerangkan,
Mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa (di tepian ) maksudnya di atas keraguan.
Asal katanya berasal dari ( حرف الشيء ) yang artinya ujung sesuatu. Seperti ujung tepian gunung dan tembok yang dia tidak menetap di atasnya.
Maka dikatakan untuk orang yang ragu terhadap agama,
Bahwa dia menyembah Allah dengan berada di tepian, karena dia berada di tepi dan ujung agama; tidak masuk ke dalamnya dengan mantap dan kokoh.
Ibarat orang yang berdiri di tepian gunung yang berguncang tidak menetap, yang memungkinnya jatuh ke salah satu jurangnya karena lemahnya tempat pendiriannya itu". Lihat Shahih Bukhari, no. 4747, Tafsir Ath-Thabary, (16 / 472), dan Tafsir Al-Baghawy (3 / 326).
Langganan:
Postingan (Atom)