Firman Allah Subhanahu wata'ala: "Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. At Taubah: 100)

Selasa, 05 Maret 2024

CAHAYA TERANG NAN MENENTRAMKAN ITU.. KAMU BERADA DI DALAMNYA, RASAKANLAH JANGAN COBA TINGGALKAN

Allah ta'ala berfirman;

فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى ۝ وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا

"Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit" [QS. Thahaa: 123-124]

----------------

Sejauh apa orang akan lari. Sekuat apa dia mencoba terus lari menjauh, menghindar dari petunjuk Allah yang terang, pada akhirnya dia menyadari ketenangan itu ada pada iman dan takwa. Maka kembalilah orang yang mendapat taufik. Namun, tak sedikit dari mereka yang malu untuk kembali atau bahkan angkuh untuk mengakui.

Ibaratnya dia sedang berada di dalam benteng megah dan kokoh yang terang benderang oleh lentera yang menyala dalam setiap sudut dan lorongnya saat malam hari. Sejuk dirasa saat siang hari. Di dalamnya telah tercukupi apa yang dibutuhkan olehnya dan teman-temannya. Di dalamnya dia juga hidup dengan aman, terhindar dari mara-bahaya yang mengancam di luar benteng. Namun, dia merasa terbatasi hidupnya. Tidak bebas dan tidak tenang yang ia rasakan. Merasa terkekang oleh tembok batas yang mengitarinya. Selalu ia berharap bisa keluar dari benteng tersebut menuju kebebasan hidup di luar tanpa mengerti beragam rintangan dan mara bahaya yang menghadang.

Kemudian, dia melihat sebias cahaya dari nyala lilin yang kecil di luar benteng nan jauh di tengah kegelapan malam. Dia pun keluar dari benteng, mencoba mendatangi dan mengambil lilin itu dengan beribu harapan bisa dijadikan penerang jalannya menuju kebebasan yang ia dambakan. Dia tinggalkan benteng tersebut, lalu menerobos kegelapan malam dengan segala resiko yang didapatnya. Dalam anggapannya, kehidupan di luar benteng lebih bebas dan menyenangkan. 

Tetapi, batang lilin itu ternyata habis. Api padam dan cahaya yang sedari dia lihat menghilang. Tinggallah dia dalam kegelapan. Bingung dan risau tak mengerti arah jalan. Rentan dan terancam binasa. Apakah tejatuh ke dalam jurang, menjadi mangsa binatang buas, atau tertangkap oleh musuh kemudian dibunuh atau dijadikan tawanan.

Saat itulah dia menyadari bahwa kehidupan yang aman dan tenang itu ada di benteng yang sebelumnya ia tinggal di sana. Hati pun berkecamuk antara kembali ke benteng tersebut atau bersikukuh memilih hidup di luar benteng dengan kesengsaraan dan kebingungan. Sedih dan menyesal. Kadang terbesit untuk kembali namun rasa malu menghentikannya. Terkadang juga bertekad untuk kembali namun masih ingin melangkah lebih jauh lagi. Padahal, seandainya dia kembali ke benteng ia akan disambut dengan baik oleh teman-temannya.

Demikianlah ibarat orang yang meninggalkan iman dan takwa dan memilih dosa dan maksiat. Dia anggap perintah dan larangan agama sebagai aturan-aturan yang mengekang. Dia anggap dengan meninggalkan itu dia akan lebih bebas dan leluasa. Dia beralih menuju dosa dan maksiat dengan anggapan di situ dia akan merasakan kebahagiaan dan kesenangan yang bebas tanpa kekangan. Namun, yang dia dapat justru sebaliknya. Kebahagian dan kesenangan yang ia temukan tenyata semu. Kemudian berubah menjadi kesedihan, kesengsaraan, kegersangan, kegelapan, keputus-asaan dan penyesalan.

Dia pun sadar, ketenangan sebenarnya itu ada pada iman dan takwa. ketentraman itu ada pada ketaatan, meski seakan terkekang tapi hakekatnya bukan kekangan. Karena keangkuhan dan hawanafsu yang diperturuti itulah yang menyebabkan dia merasa terkekang.

Saat inilah dia mulai merenung dan berfikir antara kembali atau terus tenggelam dalam dosa dan maksiat, larut dalam keputus-asaan. Dalam hati dia mengerti akan ketenangan itu, namun keangkuhan menghalangi untuk kembali. Rasa malu juga terkadang membuatnya ragu untuk kembali. Padahal, dengan dia kembali niscaya hilanglah kerisauan dan kegudahannya itu. Begitulah, terkadang seorang malu untuk bertaubat. Sudah terlanjur, anggapnya. Padahal, Allah sangat gembira dengan taubatnya seorang hamba. Teman-temannya pun sedia menyambut bahkan sangat berharap dia kembali.

Maka kawan, tetap tinggallah di dalam benteng. Jangan coba keluar. Jangan tertipu dengan cahaya kecil menipu yang akhirnya redup kemudian menyisakan kegelapan. Tetaplah kokoh di atas iman dan takwa. Jangan terlena dengan kesenangan semu dan akan sirna. Jangan coba meniggalkan iman dan takwa lalu beralih menuju dosa dan maksiat. Iman dan takwa terang menyinar nan menenangkan sedangkan dosa dan maksiat itu kegelapan dan kegersangan. Kegelapan itu membutakan dan kegersangan itu pedih.

Dan kau yang sudah jauh melangkah, jangan ragulah untuk kembali. Bukankah berteduh lebih baik daripada terus sengsara di bawah terik mentari? Bukankah tinggal dengan aman lebih baik daripada terus terancam bahaya? Bukankah bermalam dengan tenang dan tentram lebih baik daripada kebingungan di tengah gelapnya malam? Lalu, apa yang membuatmu enggan untuk kembali? Kawan, akhir kesudahan yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa.

Sumber:
https://t.me/RaudhatulAnwar1/1048